Saya akhirnya ikutan milis beasiswa, siapa tahu nanti bisa dapet rejeki beasiswa. :) Banyak ulasan dalam milis tersebut, informasi dan termasuk curhat. Satu syarat utama untuk mendapatkan beasiswa adalah TOEFL, yang menjadi ukuran canggihnya bahasa Inggris sang pelamar beasiswa. Di milis pun terdapat berbagai trik untuk bisa lulus TOEFL dengan nilai tinggi. Herannya, tidak ada tips untuk bisa berbahasa Inggris dengan baik, apalagi bagaimana caranya mencintai bahasa asing tersebut. Padahal menurut saya, pentingnya bahasa Inggris itu tidak hanya untuk dapat nilai TOEFL 600 ke atas, tapi untuk bisa berkomunikasi dengan dunia luar dan masyarakat internasional.
Mungkin ada yang bilang saya pemimpi dan bahwa tidak semua orang punya kesempatan ke luar negeri. Tapi coba bayangkan, kita hidup tidak sendiri, masih banyak orang di luar batas negara Indonesia dan masih banyak kesempatan di luar batas negara Indonesia. Berbekal bahasa Inggris, itu artinya akan membuka kesempatan kita ke luar batas Indonesia. Tidakkah kemungkinan berkomunikasi dengan mereka yang berbeda adalah kenyataan yang mengasyikkan?
Jadi, yang harus pertama kali ditanamkan dalam hati, bahasa Inggris tidak hanya untuk lulus ujian, bahasa Inggris adalah pintu komunikasi ke dunia lain dengan manusia lain. Jadi kita tidak hanya harus menguasai bagaimana menjawab soal di lembaran kertas TOEFL tapi bagaimana menggunakannya dalam suatu interaksi sosial.
Pernah membayangkan tersesat di suatu tempat dimana tidak satu orang pun bisa mengerti permohonan tolong kita? Tanamkan dalam hati, bahasa Inggris mungkin bisa membantu kita pada saat-saat tersebut. Pernah frustasi melihat banyaknya lowongan kerja di negara tetangga yang menuntut kefasihan berbahasa Inggris? Tanamkan dalam hati, bahasa Inggris bisa membuat kita terlepas dari jerat pengangguran yang semakin ketat di Indonesia.
Kalau relasi antara bahasa Inggris dan ujian sudah bisa diputuskan, beban belajar bahasa Inggris pun akan menjadi lebih ringan. Mari belajar bahasa Inggris untuk bisa berbahasa, bukan untuk mendapatkan nilai. Caranya sangat gampang dan menyenangkan, saya sudah coba sendiri dan tidak pernah merasa bosan.
1. Perbanyak membaca buku, artikel, tulisan dalam bahasa Inggris.
Ingat, pertama-tama membaca pasti akan ada banyak kosa kata yang kita tidak kenal. Jangan menyerah. Artikan setiap kata dengan bantuan kamus, dan tulis arti kata tersebut di bawahnya. Percaya pada saya, dalam beberapa minggu, anda pun akan berhenti membuka kamus setiap 2 menit dalam membaca tulisan sejenis.
2. Perhatikan pengucapan kata.
Memang kadang sangat susah mengucapkan suatu kata bahasa Inggris dengan baik, tapi bukan berarti tidak mustahil. Jangan keras kepala dan mengucapkan suatu kata seperti halnya bahasa Indonesia. Logat tidak akan bisa hilang, tapi usahakan untuk memperhatikan pengucapan. Untuk ini yang pertama harus dilakukan adalah menguasai penguasaan abjad, dan kemudian perhatikan phonetik yang sering dicantumkan dalam kamus. Kalau masih juga bingung, bisa lihat di website Oxford English Dictionary . Penjelasan yang mereka berikan sangat jelas dan mudah dimengerti.
3. Perbanyak kosa kata anda.
Langkah pertama akan memperbanyak kosa kata anda secara tidak langsung, tapi tidak ada salahnya mendedikasikan 15 menit setiap hari untuk belajar kosa kata baru. Bisa dengan mengulang kosa kata yang didapat dari bacaan, berusaha mencerna lirik dalam musik, atau berusaha untuk menangkap dialog dalam film kesayangan. Tulis kosa kata yang anda pelajari di sebuah buku tulis khusus. Dengan begitu kosa kata tidak akan hilang dan anda akan menyadari kemajuan yang telah anda dapat. Bagi mereka yang memiliki akses email mudah, ikutilah milis Oxford English Dictionary yang akan mengirimkan satu kata dan artinya setiap hari.
4. Coba menulis dalam bahasa Inggris.
Tidak berarti harus langsung menulis karya sastra. Cukup kalimat-kalimat pendek, dan kemudian disusul dengan paragraph pendek. Lalu coba koreksi sendiri tulisan tersebut. Jangan selalu mengandalkan Word Spelling check, karena fungsi ini tidak bisa diandalkan untuk memeriksa kesalahan grammar.
Kuasailah grammar dasar dan ikuti peraturannya dengan telaten. Tidak perlu terburu-buru menulis kalimat yang panjang dan kompleks. Mulai dengan kalimat pendek dengan kosa kata yang simpel. Dengan berjalannya waktu, penguasaan grammar dengan baik dan timbunan kosa kata di bank memori anda, anda pun akan bisa menghasilkan sebuah cerpen atau blog dalam bahasa Inggris. :)
5. Cari teman ngobrol dalam bahasa Inggris
Pasti banyak teman anda yang juga sedang berjuang mempelajari bahasa Inggris, kenapa tidak belajar bareng-bareng? Ajak teman anda untuk meluangkan waktu berbicara bahasa Inggris dengan anda, entah sekedar ngegosip, membaca dialog atau cerita, atau berdiskusi. Kalau malu, cari tempat dan waktu dimana anda tidak akan diganggu, taman kota, lorong kampus atau kamar kost.
Kalau enggan, latihan saja sendiri di kamar. Lafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris atau baca novel kesayangan dengan lantang. Dengan melantunkan sebuah lagu kita pun jadi gampang mengingatnya. Sama dengan tulisan, dengan melantunkan sebuah puisi, kita pun akan mengingat bait-baitnya dengan lebih mudah.
6. Artikan lagu kesayangan anda.
Setiap orang pasti mempunyai lagu kesayangan. Kalau kebetulan lagu kesayangan anda dalam berbahasa Inggris, kenapa tidak coba diartikan? Akan bisa lebih menghayati lagu tersebut, dan anda pun akan menambah bank kosa kata.
7. Coba menonton film berbahasa Inggris tanpa membaca terjemahan.
Pertama-tama akan membuat pusing kepala, tapi latihan ini sangat penting. Otak anda pun akan terlatih untuk ter-set dalam bahasa Inggris. Bisa berpikir dalam bahasa Inggris akan membantu ketika anda harus mendengarkan, berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris.
Ada pertanyaan???
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
Saturday, November 21, 2009
Belajar bahasa Inggris dengan gembira dan tetap ada hasilnya
Diposkan oleh
Jumadil A, S.Pd
di
2:42 AM
0
komentar
Label: Belajar bahasa Inggris dengan gembira dan tetap ada hasilnya
Label: Belajar bahasa Inggris dengan gembira dan tetap ada hasilnya
Cara Belajar Yang Baik

Belajar adalah melihat, mendengar, memperhatikan, mempelajari, dan kegiatan lain yang menunjang dengan tujuan orang yang belajar bisa memahami apa yang sedang dipelajarinya.
Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah maupun di kampus ketika jam pelajaran berlangsung yang dibimbing oleh Bapak guru atau Ibu dosen. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah, baik dengan PR (pekerjaan rumah) maupun tidak. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru dan waktu yang sedikit mengakibatkan dampak yang tidak baik.
Nah, bagaimana belajar yang baik? Apa kuncinya? Berikut ini tips-tips nya:
Pertama, Niat dan berdoa.
Kalau tidak ada niat, belajar sekeras apapun tidak ada gunanya. Berdoalah kepada Tuhan YME agar proses belajar dapat dimudahkan oleh-Nya.
Kedua, Membaca.
Kamu harus rajin membaca, karena dengan membaca,
wawasan kita akan bertambah luas.
Ketiga, Selalu membuat ringkasan pelajaran.
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana, sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada.
Keempat, Rajin mengulang pelajaran.
Jangan bosan mengulang apa yang baru saja dipelajari, sehingga diharapkan hal yang sudah dipelajari selalu tersimpan di ingatan kita.
Kelima, Belajar dengan serius dan tekun.
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian.
Keenam, Hindari belajar berlebihan. Bila menjelang ujian, biasanya para pelajar belajar semalam suntuk alias sistem SKS (sistem kebut semalam). Cara seperti ini sebaiknya dihindari, karena pelajaran yang kamu pelajari pun tidak akan masuk sepenuhnya dan dapat merusak kesehatan juga. Justru, bila esok harinya kamu akan ujian, ada baiknya kamu tidur tepat waktu.
Ketujuh, Aktiflah dalam bertanya.
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakanlah kepada guru, teman atau orang tua. Semakin banyak bertanya, maka kita akan selalu ingat dengan jawabannya.
Kedelapan, Belajar kelompok.
Belajar kelompok juga merupakan kegiatan belajar yang menyenangkan. Dengan adanya teman, acara belajar kamu jadi lebih semangat dan bisa sama-sama mencari jawaban dari soal yang paling sulit sekalipun.
Begitulah tips cara belajar yang baik, semoga bermanfaat untuk kita semua, khususnya buat pelajar Lombok.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Wajarkah, Bila Si Kecil Pemarah?

Sikap anak yang cenderung pemarah memang kerap terjadi pada rentang usia tertentu.
Untuk mengetahui lebih rinci apa yang menyebabkan buah hati Anda cenderung marah dan mengamu. Jangan lewatkan artikel yang satu ini.
Secara psikologis, ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada perkembangan emosi manusia, yakni kematangan persepsi, tingkat perkembangan bahasa, dan faktor-faktor temperamen.
Kemarahan pada anak biasanya muncul karena dipicu sebagai reaksi terhadap rasa frustasi, sakit hati dan karena perasaan terancam. Tapi reaksi yang kerap terjadi, biasanya karena disebabkan oleh frustasi dan sakit hati.
Namun reaksi marah itu dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni marah impulsif dan marah yang tersimpan. Marah impulsif biasanya ditunjukan lewat reaksi fisik, bisa juga verbal. Ada yang sifatnya ringan dan juga berat. Biasanya anak akan cenderung menyakiti orang lain, seperti memukul, menendang, menggigit, mendorong da lain-lain.
Jika si kecil termasuk jenis marah yang tersimpan, ia cenderung tidak akan menunjukkannya. Biasanya si kecil akan langsung menarik diri atau melarikan diri dari orang yang menyakiti atau menyebabkannya marah.
Sikap mengamuk pada anak umumnya sering terjadi di usia anak 4 tahun pertama. Luapan emosi yang ditampilkan anak bisa Anda lihat berupa tangisan, jeritan, melempar barang, pukulan atau dengan berguling-guling di lantai dan sulit dibujuk untuk beranjak dari tempat tersebut.
Kebiasaan negatif ini, biasanya sering dilakukan anak usia bawah lima tahun (balita) bila anak mengetahui bahwa dengan cara itu, ia akan memmperoleh keinginannya. Penyebab lainnya biasanya karena kemanjaan dan perilaku kurang matang didikan yang terjadi pada anak.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
5 Tanda Bahasa Tubuh Pria Tertarik pada Anda
Diposkan oleh
Jumadil A, S.Pd
di
2:16 AM
0
komentar
Label: 5 Tanda Bahasa Tubuh Pria Tertarik pada Anda
Label: 5 Tanda Bahasa Tubuh Pria Tertarik pada Anda

Setelah melewati kencan pertama, Anda pasti sering bertanya-tanya, apakah si pria benar-benar tertarik dan akan melanjutkan hubungannya dengan Anda.
Nah, sebelum Anda mati penasaran, coba lihat bahasa tubuh si dia saat berkencan dengan Anda.
1. Si Pria Memiringkan Kepalanya.
Menurut Joe Navarro, penulis "What Every Bodi Is Saying", salah satu tanda pria menunjukkan ketertarikannya pada Anda adalah dengan memirinngkan kepalanya selagi ia mendengarkan si wanita berbicara. Jika ia tidak merasa tertarik, mustahil ia akan melakukan gerakan kepala tersebut.
2. Melakukan Kebiasaan Aneh
Kala pria mulai tertarik pada seorang wanita, menurut Navarro, ia cenderung akan melakukan gerakan-gerakan 'aneh' yang biasanya jarang ia lakukan. Hal ini tentunya akan terlihat tanpa ia sadari. Gerakan-gerakan 'aneh' itu antara lain, mengerlingkan alis, dan berjalan pelan sambil berjingkat. Ketika berbicara dengan wanita yang diincarnya, pria tersebut akan sering memberi penegasan kata-kata lewat gerakan alisnya.
3. Si Pria Cenderung Terbuka dan Mengarahkan Tubuhnya pada Anda
Doris Jeanette, seorang ahli psikologi dan penulis "Opening the Heart" mengatakan," Banyak wanita yang takut salah bicara atau salah bersikap saat kencan pertama kali dengan pria. Namun tidak untuk makhluk bernama pria, mereka cenderung berusaha terbuka dan tampil apa adanya. Bahkan, kata Doris, si wanita boleh 'Gede Rasa' jika pria sudah melakukan hal-hal berikut ini: si pria pindah duduk untuk mendekati Anda, si pria mengarahkan tubuhnya pada Anda, si pria mengarahkan ujung kakinya ke arah duduk Anda, si pria banyak tersenyum dan berbagi cerita tentang kehidupannya.
4. Memasukkan Tangannya ke Kantong Celana
"Ini juga salah satu ciri-ciri pria untuk menunjukkan ketertarikannya pada wanita. Tanpa ia sadari, bahasa tubuh ini menggambarkan bahwa ia adalah pria sejati yang jantan dan memiliki 'ukuran' Mr. P yang bisa memuaskan si wanita," ungkap Vincent Harris, ahli bahasa tubuh sekaligus penulis buku "The Productivity Epiphany".
5. Si Pria Sedikit Bersolek
Menurut Harris, pria sejati manapun, jika ia bertemu dengan wanita pujaannya, pasti ingin terlihat tampan dan tanpa cela. Nah, tanpa mereka sadari, saat bertemu dengan wanita, si pria cenderung melakukan hal-hal seperti: merapikan dasi, membetulkan kaus kakinya, melipat sapu tangannya dengan rapi dan menata rambutnya dengan tangan atau sisir. Semua tanda ini menunjukkan kalau ia ingin terlihat tampan di depan Anda.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Friday, November 13, 2009
Peningkatan Mutu Pendidikan
PERSPEKTIF tentang rumusan mutu pendidikan yang akan saya bahas dalam artikel ini sesungguhnya berangkat dari best practice yang saya alami selama 17 tahun masa pengabdian sebagai guru. Memang sangat sulit untuk mengurai, dari mana persoalan peningkatan mutu pendidikan itu harus kita mulai. Apalagi jika mutu pendidikan itu dibebankan secara praksis kepada setiap sekolah, pandangan tentang mutu tentulah sangat beragam, karena lokasi dan situasi masing-masing sekolah sangat berbeda. Sekolah tertentu akan berasumsi bahwa persoalan mutu pendidikan harus dimulai dari guru. Sekolah lain beranggapan persoalan mutu harus dimulai dari input, baik siswa maupun gurunya. Selain itu, yang paling seragam dalam jawaban adalah persoalan dana, bujet, dan atau pembiayaan sekolah yang harus dibenahi terlebih dahulu jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Berdasarkan pengamalan mengajar dan bacaan yang saya peroleh, untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, kita harus memperhatikan beberapa unsur penting pada internal sekolah itu sendiri. Beberapa kajian tentang effective schools atau excellent school, Samomons et all (1995) menyebutkan beberapa persyaratan atau kondisi yang diperlukan untuk suatu sekolah bermutu, antara lain kepemimpinan profesional seorang kepala sekolah, terutama menyangkut peran yang dimainkan, gaya kepemimpinan, pemahaman, dan kemampuan menerjemahkan visi, nilai, dan tujuan sekolah dalam program atau aksi, serta responsif terhadap perubahan.
Selain kepemimpinan, kesamaan pandangan seluruh komponen sekolah terhadap visi dan tujuan bersama juga sangatlah penting. Civitas academica sekolah harus sepakat (komitmen) terhadap tujuan dan nilai-nilai yang menjadi landasan sekolah.
Atas dasar persyaratan di atas, maka rumusan peningkatan pendidikan di tingkat sekolah haruslah didasarkan pada program pemberdayaan mutu sekolah yang memiliki strategi intervensi yang membumi dan sesuai dengan kemampuan sekolah itu sendiri. Bentuk strategi intervensinya dapat kita identifikasi dari beberapa best practice yang dilakukan pihak sekolah, antara lain adalah:
Menumbuhkan kesadaran bahwa sekolah adalah bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat (opening the school to serve the community). Dalam banyak kasus, sekolah bagi para guru kebanyakan adalah tempat bekerja semata. Orientasi pada kerja semata akan membawa sikap apatis guru karena mereka orientasi pelayanan mereka juga tak lebih dan tak kurang sama seperti pegawai negeri lainnya.
Salah satu yang selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan oleh pihak sekolah adalah menyertakan orang tua atau masyarakat dalam proses pembelajaran. Kerja sama sekolah dan orang tua merupakan strategi yang baik untuk digunakan dalam upaya peningktan mutu pendidikan (sekolah). Partisipasi masyarakat diyakini sebagai prasyarat untuk mewujudkan pelayanan pendidikan yang baik dan amanah.
Partisipasi masyarakat tersebut dapat dirumuskan ke dalam empat hal, yakni memberi nasihat atau masukan (advisory); memberi dukungan dan bantuan kepada sekolah (supporting); menjembatani atau memfasilitasi kerja sama antara sekolah dengan masyarakat (mediating); dan melakukan pengawasan terhadap pelayanan pendidikan yang disediakan sekolah (akuntabilitas sekolah).
Dalam kerangka partisipasi ini, institusi masyarakat (media, civil society, komite sekolah) dapat memberikan kontribusi dalam kerangka empat fungsi pokok. Kelembagaan komite sekolah merupakan penjelmaan dari kesadaran kerelawanan masyarakat untuk berkontribusi terhadap penciptaan dan perbaikan masyarakatnya sendiri. Pendekatan keempat ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan fungi wadah partisipasi masyarakat.
Yang terakhir, ada baiknya jika sekolah melengkapi diri dengan standar perpustakaan sekolah yang memadai, bukan hanya untuk siswa, malainkan juga untuk guru. Di lingkungan tempat saya bekerja, masih banyak dijumpai sekolah yang tak memiliki perpustakaan yang layak. Apalagi jika dilihat dari kemampuan guru dalam membaca, sungguh ironi dan menyedihkan. Selain rendahnya minat baca, kemampuan guru untuk menggunakan media belajar, seperti komputer pun sangat menyedihkan. Mampukah pemerintah melakukan assessment kecil untuk mengukur kemampuan guru dalam mengoperasikan komputer? Padahal, semangat learn 21st century skills semestinya sudah mulai tumbuh di lingkungan guru-guru kita. Bukan hanya sekadar mendengar ungkapan Tukul dalam Bukan Empat Mata, "kembali ke laptop", sementara guru-guru kita masih asing dan terbelakang dengan laptop.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Berdasarkan pengamalan mengajar dan bacaan yang saya peroleh, untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, kita harus memperhatikan beberapa unsur penting pada internal sekolah itu sendiri. Beberapa kajian tentang effective schools atau excellent school, Samomons et all (1995) menyebutkan beberapa persyaratan atau kondisi yang diperlukan untuk suatu sekolah bermutu, antara lain kepemimpinan profesional seorang kepala sekolah, terutama menyangkut peran yang dimainkan, gaya kepemimpinan, pemahaman, dan kemampuan menerjemahkan visi, nilai, dan tujuan sekolah dalam program atau aksi, serta responsif terhadap perubahan.
Selain kepemimpinan, kesamaan pandangan seluruh komponen sekolah terhadap visi dan tujuan bersama juga sangatlah penting. Civitas academica sekolah harus sepakat (komitmen) terhadap tujuan dan nilai-nilai yang menjadi landasan sekolah.
Atas dasar persyaratan di atas, maka rumusan peningkatan pendidikan di tingkat sekolah haruslah didasarkan pada program pemberdayaan mutu sekolah yang memiliki strategi intervensi yang membumi dan sesuai dengan kemampuan sekolah itu sendiri. Bentuk strategi intervensinya dapat kita identifikasi dari beberapa best practice yang dilakukan pihak sekolah, antara lain adalah:
Menumbuhkan kesadaran bahwa sekolah adalah bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat (opening the school to serve the community). Dalam banyak kasus, sekolah bagi para guru kebanyakan adalah tempat bekerja semata. Orientasi pada kerja semata akan membawa sikap apatis guru karena mereka orientasi pelayanan mereka juga tak lebih dan tak kurang sama seperti pegawai negeri lainnya.
Salah satu yang selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan oleh pihak sekolah adalah menyertakan orang tua atau masyarakat dalam proses pembelajaran. Kerja sama sekolah dan orang tua merupakan strategi yang baik untuk digunakan dalam upaya peningktan mutu pendidikan (sekolah). Partisipasi masyarakat diyakini sebagai prasyarat untuk mewujudkan pelayanan pendidikan yang baik dan amanah.
Partisipasi masyarakat tersebut dapat dirumuskan ke dalam empat hal, yakni memberi nasihat atau masukan (advisory); memberi dukungan dan bantuan kepada sekolah (supporting); menjembatani atau memfasilitasi kerja sama antara sekolah dengan masyarakat (mediating); dan melakukan pengawasan terhadap pelayanan pendidikan yang disediakan sekolah (akuntabilitas sekolah).
Dalam kerangka partisipasi ini, institusi masyarakat (media, civil society, komite sekolah) dapat memberikan kontribusi dalam kerangka empat fungsi pokok. Kelembagaan komite sekolah merupakan penjelmaan dari kesadaran kerelawanan masyarakat untuk berkontribusi terhadap penciptaan dan perbaikan masyarakatnya sendiri. Pendekatan keempat ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan fungi wadah partisipasi masyarakat.
Yang terakhir, ada baiknya jika sekolah melengkapi diri dengan standar perpustakaan sekolah yang memadai, bukan hanya untuk siswa, malainkan juga untuk guru. Di lingkungan tempat saya bekerja, masih banyak dijumpai sekolah yang tak memiliki perpustakaan yang layak. Apalagi jika dilihat dari kemampuan guru dalam membaca, sungguh ironi dan menyedihkan. Selain rendahnya minat baca, kemampuan guru untuk menggunakan media belajar, seperti komputer pun sangat menyedihkan. Mampukah pemerintah melakukan assessment kecil untuk mengukur kemampuan guru dalam mengoperasikan komputer? Padahal, semangat learn 21st century skills semestinya sudah mulai tumbuh di lingkungan guru-guru kita. Bukan hanya sekadar mendengar ungkapan Tukul dalam Bukan Empat Mata, "kembali ke laptop", sementara guru-guru kita masih asing dan terbelakang dengan laptop.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Sertifikasi Guru Tak Jamin Peningkatan Kompetensi
Diposkan oleh
Jumadil A, S.Pd
di
1:27 AM
0
komentar
Label: Kompetensi, Peningkatan, Sertifikasi Guru, Tak Jamin
Label: Kompetensi, Peningkatan, Sertifikasi Guru, Tak Jamin
SOLO (Suara Karya): Program sertifikasi guru model portofolio seperti diterapkan saat ini, ternyata tak menjamin kualitas kompetensinya. Hasil kajian yang dilakukan Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas tahun 2008 menunjukkan, meski lolos sertifikasi, nilai kompetensi guru rata-rata di angka kisaran 52-64 persen. Bahkan, tak sedikit guru yang nilai kompetensinya terus menurun.
"Ini tantangan terbesar yang dihadapi Ditjen PMPTK, bagaimana meningkatkan nilai kompetensi guru-guru yang telah lolos sertifikasi," kata Dirjen PMPTK, Depdiknas Prof Dr Baedhowi dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/11).
Hasil kajian itu sebenarnya tak terlalu aneh jika mengetahui motivasi para guru yang mengikuti program sertifikasi, yang hampir 98 persen menyatakan semata demi finansial. "Satu hal yang harus kita lakukan adalah mengubah mindset guru bahwa sertifikasi harus dilihat sebagai upaya untuk mengukur dan meningkatkan kompetensi mereka, tak semata-mata disikapi sebagai upaya memperoleh peningkatan kesejahteraan," ucap Baedhowi menegaskan.
Selain itu, lanjut Baedhowi, pihaknya akan terus mendorong para guru untuk meningkatkan kompetensi pasca sertifikasi. Kedua paradigma berpikir guru itu sebenarnya harus ditanamkan pada guru jauh sebelum proses sertifikasi agar tidak terjadi rekayasa yang tidak dibenarkan.
Baedhowi menjelaskan, kompetensi yang dinilai pada kajian itu, antara lain, kompetensi pedagogik yang terkait dengan kemampuan mengajar, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Rata-rata nilai untuk kompetensi pedagogik para guru yang lolos sertifikasi sebesar 54,33 persen, nilai kompetensi kepribadian 52, 37 persen, kompetensi profesional 64,36 persen dan kompetensi sosial sebesar 53,92 persen.
"Kenyataan ini menunjukkan proses sertifikasi saja tidaklah cukup sebagai upaya meningkatkan kompetensi guru. Bahkan meski mereka telah menerima tunjangan profesi, bukan berarti mereka telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," katanya.
Kondisi itu terlihat sangat wajar jika melihat latar belakang pendidikan guru. Baedhowi menyebutkan dari sekitar 2,6 juta guru pegawai negeri sipil (PNS), baru sekitar 40 persen yang memiliki kualifikasi pendidikan diploma 4 atau sarjana (S-1). Sedangkan sisanya sebanyak 60 persen memiliki kualifikasi dibawah D-4 atau S-1.
"Pemerintah mengalokasikan dana yang cukup besar untuk program beasiswa bagi para guru yang ingin meningkatkan kualifikasi pendidikannya hingga S-1. Namun, karena jumlah yang perlu dibantu sangat banyak, prosesnya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan dana pemerintah," tuturnya.
Untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional dan kompeten pasca sertifikasi, menurut mantan Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional Bidang Pengembangan Kurikulum dan Media Pendidikan, adalah lewat Program Peningkatan Profesionalisme Berkesinambungan (Continuous Professional Development/CPD). Program tersebut telah diterapkan banyak negara maju dan berkembang, dan diyakini cukup efektif dalam memelihara dan meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru. (Endang Kusumastuti/Tri Wahyuni)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
"Ini tantangan terbesar yang dihadapi Ditjen PMPTK, bagaimana meningkatkan nilai kompetensi guru-guru yang telah lolos sertifikasi," kata Dirjen PMPTK, Depdiknas Prof Dr Baedhowi dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/11).
Hasil kajian itu sebenarnya tak terlalu aneh jika mengetahui motivasi para guru yang mengikuti program sertifikasi, yang hampir 98 persen menyatakan semata demi finansial. "Satu hal yang harus kita lakukan adalah mengubah mindset guru bahwa sertifikasi harus dilihat sebagai upaya untuk mengukur dan meningkatkan kompetensi mereka, tak semata-mata disikapi sebagai upaya memperoleh peningkatan kesejahteraan," ucap Baedhowi menegaskan.
Selain itu, lanjut Baedhowi, pihaknya akan terus mendorong para guru untuk meningkatkan kompetensi pasca sertifikasi. Kedua paradigma berpikir guru itu sebenarnya harus ditanamkan pada guru jauh sebelum proses sertifikasi agar tidak terjadi rekayasa yang tidak dibenarkan.
Baedhowi menjelaskan, kompetensi yang dinilai pada kajian itu, antara lain, kompetensi pedagogik yang terkait dengan kemampuan mengajar, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Rata-rata nilai untuk kompetensi pedagogik para guru yang lolos sertifikasi sebesar 54,33 persen, nilai kompetensi kepribadian 52, 37 persen, kompetensi profesional 64,36 persen dan kompetensi sosial sebesar 53,92 persen.
"Kenyataan ini menunjukkan proses sertifikasi saja tidaklah cukup sebagai upaya meningkatkan kompetensi guru. Bahkan meski mereka telah menerima tunjangan profesi, bukan berarti mereka telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," katanya.
Kondisi itu terlihat sangat wajar jika melihat latar belakang pendidikan guru. Baedhowi menyebutkan dari sekitar 2,6 juta guru pegawai negeri sipil (PNS), baru sekitar 40 persen yang memiliki kualifikasi pendidikan diploma 4 atau sarjana (S-1). Sedangkan sisanya sebanyak 60 persen memiliki kualifikasi dibawah D-4 atau S-1.
"Pemerintah mengalokasikan dana yang cukup besar untuk program beasiswa bagi para guru yang ingin meningkatkan kualifikasi pendidikannya hingga S-1. Namun, karena jumlah yang perlu dibantu sangat banyak, prosesnya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan dana pemerintah," tuturnya.
Untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional dan kompeten pasca sertifikasi, menurut mantan Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional Bidang Pengembangan Kurikulum dan Media Pendidikan, adalah lewat Program Peningkatan Profesionalisme Berkesinambungan (Continuous Professional Development/CPD). Program tersebut telah diterapkan banyak negara maju dan berkembang, dan diyakini cukup efektif dalam memelihara dan meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru. (Endang Kusumastuti/Tri Wahyuni)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Saturday, November 7, 2009
Dunia Pendidikan Islam Alami "Marjinalisasi"
Diposkan oleh
Jumadil A, S.Pd
di
6:10 PM
0
komentar
Label: Dunia Pendidikan Islam Alami Marjinalisasi
Label: Dunia Pendidikan Islam Alami Marjinalisasi
Medan (ANTARA News) - Para akademisi di kalangan dunia pendidikan Islam harus mampu mencari dan merumuskan format baru agar lulusan bidang keagamaan itu tidak "dimarjinalkan" (dikecilkan) dalam persaingan global.
"Perlu dilakukan reorganisasi dan rekonstruksi dalam metode keilmuan pendidikan tinggi Islam," kata Pejabat Wali Kota Medan, Rahudman Harahap ketika membuka acara pertemuan Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara di Medan, Jumat malam.
Selama ini, kata Rahudman, dunia pendidikan tinggi Islam di Asia Tenggara seakan-akan dikecilkan dan dianggap tidak memiliki kemampuan dalam dunia persaingan global.
Selain itu, dunia pendidikan tinggi Islam juga mengalami pencitraan yang kurang positif sebagai lembaga yang menghasilkan kelompok-kelompok radikal.
Karena itu, kata dia, Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara harus mampu melahirkan konsep dan format baru dalam dunia pendidikan tersebut.
Salah satu format itu adalah mampu melahirkan lulusan perguruan tinggi Islam yang lebih aplikatif dan menguasai nilai-nilai kemanusiaan modern.
Namun, ia mengungkapkan optimisme bahwa hal itu mampu dilakukan para peserta dalam Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara tersebut.
"Apalagi para pesertanya terdiri atas akademisi yang berkualitas internasional," katanya.
Ketua Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara, Prof Dr Syahrin Harahap mengatakan, pihaknya memang bermaksud mencari format baru dalam pendidikan Islam dalam pertemuan itu.
"Tidak ada umat Islam yang mau dituduh sebagai dalang terorisme," katanya.
Syahrin mengatakan, hasil dalam pertemuan akan disampaikan kepada pemerintah di negara masing-masing, termasuk Indonesia sebagai rekomendasi metode pendidikan Islam.
"Intinya, kami menginginkan agar lulusan pendidikan tinggi Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam," kata Guru Besar IAIN Sumut itu.
Pertemuan Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara itu diikuti sekitar 200 dosen perguruan tinggi di Asia Tenggara.(*)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
"Perlu dilakukan reorganisasi dan rekonstruksi dalam metode keilmuan pendidikan tinggi Islam," kata Pejabat Wali Kota Medan, Rahudman Harahap ketika membuka acara pertemuan Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara di Medan, Jumat malam.
Selama ini, kata Rahudman, dunia pendidikan tinggi Islam di Asia Tenggara seakan-akan dikecilkan dan dianggap tidak memiliki kemampuan dalam dunia persaingan global.
Selain itu, dunia pendidikan tinggi Islam juga mengalami pencitraan yang kurang positif sebagai lembaga yang menghasilkan kelompok-kelompok radikal.
Karena itu, kata dia, Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara harus mampu melahirkan konsep dan format baru dalam dunia pendidikan tersebut.
Salah satu format itu adalah mampu melahirkan lulusan perguruan tinggi Islam yang lebih aplikatif dan menguasai nilai-nilai kemanusiaan modern.
Namun, ia mengungkapkan optimisme bahwa hal itu mampu dilakukan para peserta dalam Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara tersebut.
"Apalagi para pesertanya terdiri atas akademisi yang berkualitas internasional," katanya.
Ketua Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara, Prof Dr Syahrin Harahap mengatakan, pihaknya memang bermaksud mencari format baru dalam pendidikan Islam dalam pertemuan itu.
"Tidak ada umat Islam yang mau dituduh sebagai dalang terorisme," katanya.
Syahrin mengatakan, hasil dalam pertemuan akan disampaikan kepada pemerintah di negara masing-masing, termasuk Indonesia sebagai rekomendasi metode pendidikan Islam.
"Intinya, kami menginginkan agar lulusan pendidikan tinggi Islam mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam," kata Guru Besar IAIN Sumut itu.
Pertemuan Forum Kerja Sama Institusi Pendidikan Tinggi Islam Asia Tenggara itu diikuti sekitar 200 dosen perguruan tinggi di Asia Tenggara.(*)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Pendidikan Kita yang Tidak Percaya Diri
Berbicara mengenai pendidikan Indonesia adalah pekerjaan yang tiada habisnya, penuh ketidakjelasan dan kerumitan. Bila budaya asing telah sedemikian merasuk dalam kepribadian bangsa Indonesia sehingga lunturlah nilai-nilai luhur bangsa, maka dalam dunia pendidikan pun tidak jauh berbeda.. Saat ini apa yang tidak menjiplak dan mengadopsi produk asing?
Mulai dari penamaan jenjang, yang SMP tidak ada lagi kelas 1, 2, dan 3, tapi telah berubah menjadi kelas 7, 8, dan 9. Begitu juga di SMA menjadi kelas 10, 11, dan 12. Yang paling trend saat ini adalah penyediaan kelas-kelas bertaraf internasional dengan alasan untuk mencetak lulusan-lulusan yang memiliki kapasitas internasional. Sementara indikator lulusan berkapasitas internasional pun tidak jelas.
Banyak sekolah terjebak pada mengejar pengakuan internasional. Dengan menyediakan satu-dua kelas khusus yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar, mereka tampak percaya diri mengklaim sebagai sekolah bertaraf internasional. Mengejar predikat bertaraf internasional menjadi ambisi yang mengorbankan anak-anak didik, orang tua siswa, maupun guru pengajar sendiri.
Secara mental anak dituntut memahami pelajaran dalam bahasa yang tidak terlalu mereka mengerti. ‘’Diajarkan dalam bahasa ibu saja belum tentu paham, apalagi dalam bahasa planet’’, komentar salah satu siswa. Tidak dapat dipungkiri, kondisi ini menambah beban siswa dalam belajar. Kesulitan bahasa menyebabkan kesulitan berkomunikasi, akibat yang fatal apabila akhirnya substansi yang seharusnya dipahami gagal tersampaikan hanya karena mengejar gengsi.
Masuk menjadi penghuni kelas bertaraf internasional berarti merogoh kantong lebih dalam. Sementara kantong orang tua dari siswa-siswa pintar, yang umumnya justru berasal dari kalangan kurang mampu, tidak selalu ada isinya. Biaya SPP, buku, dan fasilitas bisa berkali-kali lipat dibanding kelas biasa. Lagi-lagi orang tua siswa harus mengurut dada setiap kali anaknya pulang membawa tagihan. Kualitas tidak jauh berbeda, pemborosan materi luar biasa. Mungkin ada rasa bangga pada orang tua yang anaknya menjadi ëkorbaní kelas internasional. Namun, bila malah membebani pikiran anak maupun orang tua, rasanya pilihan ini terlalu memaksakan.
Banyak guru mengejar kursus penguasaan bahasa inggris di tengah hiruk pikuk hidupnya. Kegiatan belajar yang biasa guru bawakan dengan lancar dan percaya diri, tiba-tiba harus merasa grogi berdiri di depan muridnya sendiriókarena bisa jadi muridnya terlalu sering menyela hanya gara-gara salah grammar-nya.
Apa yang diutarakan di atas hanyalah sekelumit gambaran sebuah negeri yang kehilangan kepercayaan diri terhadap jati diri yang dimilikinya. Inti dari kewibawaan dan harga diri selain pada kebenaran sebuah keyakinan adalah pada konsistensi memegang keyakinan tersebut. Yakinkah kita dengan sistem pendidikan yang saat ini kita perjuangkan? Wallahu aílam.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Mulai dari penamaan jenjang, yang SMP tidak ada lagi kelas 1, 2, dan 3, tapi telah berubah menjadi kelas 7, 8, dan 9. Begitu juga di SMA menjadi kelas 10, 11, dan 12. Yang paling trend saat ini adalah penyediaan kelas-kelas bertaraf internasional dengan alasan untuk mencetak lulusan-lulusan yang memiliki kapasitas internasional. Sementara indikator lulusan berkapasitas internasional pun tidak jelas.
Banyak sekolah terjebak pada mengejar pengakuan internasional. Dengan menyediakan satu-dua kelas khusus yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar, mereka tampak percaya diri mengklaim sebagai sekolah bertaraf internasional. Mengejar predikat bertaraf internasional menjadi ambisi yang mengorbankan anak-anak didik, orang tua siswa, maupun guru pengajar sendiri.
Secara mental anak dituntut memahami pelajaran dalam bahasa yang tidak terlalu mereka mengerti. ‘’Diajarkan dalam bahasa ibu saja belum tentu paham, apalagi dalam bahasa planet’’, komentar salah satu siswa. Tidak dapat dipungkiri, kondisi ini menambah beban siswa dalam belajar. Kesulitan bahasa menyebabkan kesulitan berkomunikasi, akibat yang fatal apabila akhirnya substansi yang seharusnya dipahami gagal tersampaikan hanya karena mengejar gengsi.
Masuk menjadi penghuni kelas bertaraf internasional berarti merogoh kantong lebih dalam. Sementara kantong orang tua dari siswa-siswa pintar, yang umumnya justru berasal dari kalangan kurang mampu, tidak selalu ada isinya. Biaya SPP, buku, dan fasilitas bisa berkali-kali lipat dibanding kelas biasa. Lagi-lagi orang tua siswa harus mengurut dada setiap kali anaknya pulang membawa tagihan. Kualitas tidak jauh berbeda, pemborosan materi luar biasa. Mungkin ada rasa bangga pada orang tua yang anaknya menjadi ëkorbaní kelas internasional. Namun, bila malah membebani pikiran anak maupun orang tua, rasanya pilihan ini terlalu memaksakan.
Banyak guru mengejar kursus penguasaan bahasa inggris di tengah hiruk pikuk hidupnya. Kegiatan belajar yang biasa guru bawakan dengan lancar dan percaya diri, tiba-tiba harus merasa grogi berdiri di depan muridnya sendiriókarena bisa jadi muridnya terlalu sering menyela hanya gara-gara salah grammar-nya.
Apa yang diutarakan di atas hanyalah sekelumit gambaran sebuah negeri yang kehilangan kepercayaan diri terhadap jati diri yang dimilikinya. Inti dari kewibawaan dan harga diri selain pada kebenaran sebuah keyakinan adalah pada konsistensi memegang keyakinan tersebut. Yakinkah kita dengan sistem pendidikan yang saat ini kita perjuangkan? Wallahu aílam.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Thursday, November 5, 2009
Teks Ijab dan Qobul Nikah
I . BAHASA INDONESIA
Ijab :
….3x …بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ – اَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ- وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
SAUDARA/ANANDA _________________ BIN________________
SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ENGKAU DENGAN _____________________YANG BERNAMA :_______________________
DENGAN MASKAWINNYA BERUPA : ______________________, TUNAI.
Qobul :
SAYA TERIMA NIKAHNYA DAN KAWINNYA
_______________ BINTI _______________
DENGAN MASKAWINNYA YANG TERSEBUT TUNAI.
II . BAHASA ARAB
Ijab :
اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ * بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِِِ الرَّحِيْمِ *
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ … ×3 مِنْ جَمِيْعِ الْمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ وَاَتُوْبُ ِالَيْهِ
اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ * وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ *
بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُِللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ للهِ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِاللهِ وَعَلى آلِهِ وَاَصْحَا بِهِ وَمَنْ تَبِـعَهُ وَنَصَـَرهُ وَمَنْ وَّالَهُ. وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ اَمَّا بَعْدُ : أُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَي الله فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْن.
يَا ……….. بِنْ ………… ! اَنْكَحْـتُكَ وَزَوَّجْـتُكَ ِابْنَتِيْ ………………………….. بِمَهْرِ ………….. نَـقْدًا.
Qobul :
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيـْجَهَا بِالْمَهْرِالْمَذْكُوْرِ نَـقْدًا
III . BAHASA INGGRIS
IJAB :
BISMILLAAHIRROHMAANIRROOHIIM
ASTAGH FIRULLOOHAL’ADZIIM 3 X
ASY HADU ALLAA ILAAHA ILLALLOOH,
WA ASYHADU ANNA MUHAMMADARROSUULULLOOH.
MR.________________________ SON OF _________________________
I MARRY OFF AND I WED OFF
MY REAL DAUGHTER ______________________ TO YOU,
WITH THE DOWRY _____________________ , IN CASH.
QOBUL :
I ACCEPT HER MARRIAGE AND WEDDING :
________________ DAUGHTER OF MR. ___________________
WITH THE DOWRY MENTIONED ABOVE IN CASH.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Ijab :
….3x …بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ – اَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ- وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
SAUDARA/ANANDA _________________ BIN________________
SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ENGKAU DENGAN _____________________YANG BERNAMA :_______________________
DENGAN MASKAWINNYA BERUPA : ______________________, TUNAI.
Qobul :
SAYA TERIMA NIKAHNYA DAN KAWINNYA
_______________ BINTI _______________
DENGAN MASKAWINNYA YANG TERSEBUT TUNAI.
II . BAHASA ARAB
Ijab :
اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ * بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِِِ الرَّحِيْمِ *
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمِ … ×3 مِنْ جَمِيْعِ الْمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ وَاَتُوْبُ ِالَيْهِ
اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ * وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ *
بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُِللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ للهِ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِاللهِ وَعَلى آلِهِ وَاَصْحَا بِهِ وَمَنْ تَبِـعَهُ وَنَصَـَرهُ وَمَنْ وَّالَهُ. وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ اَمَّا بَعْدُ : أُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَي الله فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْن.
يَا ……….. بِنْ ………… ! اَنْكَحْـتُكَ وَزَوَّجْـتُكَ ِابْنَتِيْ ………………………….. بِمَهْرِ ………….. نَـقْدًا.
Qobul :
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيـْجَهَا بِالْمَهْرِالْمَذْكُوْرِ نَـقْدًا
III . BAHASA INGGRIS
IJAB :
BISMILLAAHIRROHMAANIRROOHIIM
ASTAGH FIRULLOOHAL’ADZIIM 3 X
ASY HADU ALLAA ILAAHA ILLALLOOH,
WA ASYHADU ANNA MUHAMMADARROSUULULLOOH.
MR.________________________ SON OF _________________________
I MARRY OFF AND I WED OFF
MY REAL DAUGHTER ______________________ TO YOU,
WITH THE DOWRY _____________________ , IN CASH.
QOBUL :
I ACCEPT HER MARRIAGE AND WEDDING :
________________ DAUGHTER OF MR. ___________________
WITH THE DOWRY MENTIONED ABOVE IN CASH.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Tuesday, November 3, 2009
Anak Berbakat yang Sulit Belajar, Ini Stimulasinya! (III)
JAKARTA, KOMPAS.com — Anak atau siswa yang bakatnya tertutupi oleh kesulitan belajar ternyata banyak dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya, pola asuh dalam keluarga, kondisi sosial ekonomi, dan harapan orangtua akan masa depan si anak.
Tak mudah memang, tetapi ada solusi yang sepatutnya bisa dilakukan. Beberapa solusi ada setelah orangtua dan pendidik memahami adanya perbedaan antara bakat dan ketidakmampuan anak/siswa didiknya, serta mengenali ciri-ciri potensi diagnosis yang salah tersebut. Hal itu merupakan langkah-langkah sederhana sebagai stimulasi menghadapi anak-anak dengan kemampuan otak berbakat (gifted brain), tetapi sekaligus juga menunjukkan ketidakmampuannya (disability).
"Sesuatu yang ada di dalam diri seorang anak, itulah yang perlu dikeluarkan, yang semestinya diekspresikan," kata Socrates. Namun kiranya, ucapan filsuf Yunani tersebut perlu dijadikan pegangan sebelum memulai langkah-langkah yang perlu diambil di sini. Ada lima langkah yang justru akan berpulang pada kondisi si anak itu sendiri.
Memang, stimulasi yang diperlukan adalah langkah-langkah yang cenderung tidak bersifat memaksakan kehendak. Hal ini seperti pernah disebutkan oleh psikolog Dr Rose Mini AP, M Psi dalam makalahnya tentang "Keberhasilan Pendidikan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya", beberapa stimulasi tersebut antara lain:
- Jangan pernah membandingkan antara satu anak dengan yang lainnya. Camkan bahwa setiap anak berbeda, baik dari segi kecepatan belajar, gaya belajar, maupun pencapaian hasil atau lain-lain yang berhubungan dengan proses anak menyerap ilmu atau pelajaran yang diberikan.
- Rangsang, bukan "ajarkan", anak untuk mengembangkan berbagai aspek kemampuan, terutama kreativitasnya. Persepsikan bahwa sekecil apa pun kreativitasnya adalah hal yang sangat positif, baik buat dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.
- Tularkan tentang pemahaman-pemahaman moral dan indahnya bersosialisasi di luar lingkup sehari-hari si anak. Ingat, Anda hanya "menularkan", bukan mengajarinya bersosialisasi, saling menghargai, atau menghormati sesama individu. Alhasil, aksi nyata berupa contoh-contoh sikap dan perilaku sangat diperlukan, dan itu semua harus dimulai dari diri Anda sebagai orangtua atau pendidik.
- Fokuskan pada proses dan penugasan ketimbang perolehan hasil. Perlu diingat, bahwa hasil yang optimal akan dicapai oleh si anak saat mereka menguasai kemampuan yang memang dibutuhkannya.
- Kenali berbagai kebutuhan mereka tersebut lewat aktivitas, hobi, atau kegemarannya. Dari sinilah orangtua atau pendidik mudah mengenali potensi yang dimiliki guna melihat perkembangan yang lebih optimal.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Tak mudah memang, tetapi ada solusi yang sepatutnya bisa dilakukan. Beberapa solusi ada setelah orangtua dan pendidik memahami adanya perbedaan antara bakat dan ketidakmampuan anak/siswa didiknya, serta mengenali ciri-ciri potensi diagnosis yang salah tersebut. Hal itu merupakan langkah-langkah sederhana sebagai stimulasi menghadapi anak-anak dengan kemampuan otak berbakat (gifted brain), tetapi sekaligus juga menunjukkan ketidakmampuannya (disability).
"Sesuatu yang ada di dalam diri seorang anak, itulah yang perlu dikeluarkan, yang semestinya diekspresikan," kata Socrates. Namun kiranya, ucapan filsuf Yunani tersebut perlu dijadikan pegangan sebelum memulai langkah-langkah yang perlu diambil di sini. Ada lima langkah yang justru akan berpulang pada kondisi si anak itu sendiri.
Memang, stimulasi yang diperlukan adalah langkah-langkah yang cenderung tidak bersifat memaksakan kehendak. Hal ini seperti pernah disebutkan oleh psikolog Dr Rose Mini AP, M Psi dalam makalahnya tentang "Keberhasilan Pendidikan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya", beberapa stimulasi tersebut antara lain:
- Jangan pernah membandingkan antara satu anak dengan yang lainnya. Camkan bahwa setiap anak berbeda, baik dari segi kecepatan belajar, gaya belajar, maupun pencapaian hasil atau lain-lain yang berhubungan dengan proses anak menyerap ilmu atau pelajaran yang diberikan.
- Rangsang, bukan "ajarkan", anak untuk mengembangkan berbagai aspek kemampuan, terutama kreativitasnya. Persepsikan bahwa sekecil apa pun kreativitasnya adalah hal yang sangat positif, baik buat dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.
- Tularkan tentang pemahaman-pemahaman moral dan indahnya bersosialisasi di luar lingkup sehari-hari si anak. Ingat, Anda hanya "menularkan", bukan mengajarinya bersosialisasi, saling menghargai, atau menghormati sesama individu. Alhasil, aksi nyata berupa contoh-contoh sikap dan perilaku sangat diperlukan, dan itu semua harus dimulai dari diri Anda sebagai orangtua atau pendidik.
- Fokuskan pada proses dan penugasan ketimbang perolehan hasil. Perlu diingat, bahwa hasil yang optimal akan dicapai oleh si anak saat mereka menguasai kemampuan yang memang dibutuhkannya.
- Kenali berbagai kebutuhan mereka tersebut lewat aktivitas, hobi, atau kegemarannya. Dari sinilah orangtua atau pendidik mudah mengenali potensi yang dimiliki guna melihat perkembangan yang lebih optimal.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Sebuah Catatan Tentang Remaja Masa Kini
SEBAGAI penerus perjuangan bangsa dan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya bisa diandalkan, para pelajar diwajibkan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. Oleh karena itu, hendaknya di setiap lubuk hati para pelajar Indonesia harus mempunyai tekad dan keinginan yang kuat untuk menjadikan bangsa ini dapat lebih maju. Sehingga bangsa yang kaya akan budaya ini dapat menjadi bangsa yang diperhitungkan di mata negara-negara lain.
Menurut Hendri S Gani, pembina kepramukaan di Samarinda menyebutkan, bukan zamannya lagi berjuang untuk memerdekakan bangsa Indonesia dengan cara berperang. Sehingga yang harus dilakukan oleh para remaja di masa kini adalah belajar dengan giat untuk membangun bangsa dan negara dalam bidangnya masing-masing.
"Dengan belajar yang tekun dan mempunyai tekad untuk menjadikan bangsa ini menjadi labih baik, itu sama saja dengan melakukan perjuangan," ungkap Hendri pada Sapos.
Sehingga dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus membangun bangsa, para pelajar hendaknya dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sehingga menurutnya, bagi pelajar yang bertindak di luar kewajaran dan sudah terpaut dengan unsur pidana adalah pelajar yang belum menyadari bahwa menuntut ilmu itu adalah perjuangan yang harus mereka lakukan. Sehingga selain belajar dengan tekun, menghindari hal-hal yang negatif yang dapat menyeret mereka ke lembah kenistaan juga perlu dilakukan.
"Belajar yang tekun juga perlu, dan menguasai lingkungan juga harus. Jadi kita tak boleh terseret dengan perbuatan yang negatif. Kalau bisa kita mengajak teman-teman kita agar dapat berbuat lebih baik," tuturnya.
Selain itu persaingan yang positif dan sportif juga menunjang para pelajar untuk semakin maju dalam mengahadapi perjuangan hidup ini. Sehingga seluruh perlombaan yang dilakukan dan bermanfaat hendaknya diikuti para palajar. Karena dengan adanya kegiatan seperti itu, secara tak langsung dapat memotifasi mereka agar semakin maju dan mempunyai daya saing yang tinggi, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan.
"Mengikuti seluruh perlombaan yang bersifat mendidik juga penting dilakukan, karena hal itu dapat menjadi tolak ukur kemampuan yang kita miliki," tambahnya.
Terlepas dari semua hal tersebut, para pelajar di tanah air juga dituntut agar memiliki budi pekerti yang luhur dan kepribadian yang santun. Sehingga antara pendidikan dan kepribadian dapat berjalan seimbang dan tak ada yang diberatkan.
"Selain mempelajari ilmu pengetahuan, jangan lupa kita juga wajib memplajari tentang akhlak, karena akhlak yang baik dapat menjadikan seluruh kemampuan yang kita miliki dapat lebih sempurna," tegasnya.
Dengan demikian Hendri berharap agar seluruh penerus bangsa terutama para pelajar dapat berbuat lebih baik dan lebih terpuji, agar bangsa Indonesia yang tercinta ini dapat mulia di mata negara tetangga. Dan ia pun mengimbaukan agar pelajar dapat berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu yang bersifat negatif. Karena dengan tingkah laku yang tak terkontrol itu, banyak pihak yang merasa dirugikan terutama bangsa ini.
"Harapan saya kepada seluruh pelajar agar mampu berbuat yang terbaik baik bagi diri sendiri maupun orang lain, karena bila perbuatan itu berdanpak kepada banyak pihak," pungkasnya. (Aden)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Menurut Hendri S Gani, pembina kepramukaan di Samarinda menyebutkan, bukan zamannya lagi berjuang untuk memerdekakan bangsa Indonesia dengan cara berperang. Sehingga yang harus dilakukan oleh para remaja di masa kini adalah belajar dengan giat untuk membangun bangsa dan negara dalam bidangnya masing-masing.
"Dengan belajar yang tekun dan mempunyai tekad untuk menjadikan bangsa ini menjadi labih baik, itu sama saja dengan melakukan perjuangan," ungkap Hendri pada Sapos.
Sehingga dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus membangun bangsa, para pelajar hendaknya dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sehingga menurutnya, bagi pelajar yang bertindak di luar kewajaran dan sudah terpaut dengan unsur pidana adalah pelajar yang belum menyadari bahwa menuntut ilmu itu adalah perjuangan yang harus mereka lakukan. Sehingga selain belajar dengan tekun, menghindari hal-hal yang negatif yang dapat menyeret mereka ke lembah kenistaan juga perlu dilakukan.
"Belajar yang tekun juga perlu, dan menguasai lingkungan juga harus. Jadi kita tak boleh terseret dengan perbuatan yang negatif. Kalau bisa kita mengajak teman-teman kita agar dapat berbuat lebih baik," tuturnya.
Selain itu persaingan yang positif dan sportif juga menunjang para pelajar untuk semakin maju dalam mengahadapi perjuangan hidup ini. Sehingga seluruh perlombaan yang dilakukan dan bermanfaat hendaknya diikuti para palajar. Karena dengan adanya kegiatan seperti itu, secara tak langsung dapat memotifasi mereka agar semakin maju dan mempunyai daya saing yang tinggi, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan.
"Mengikuti seluruh perlombaan yang bersifat mendidik juga penting dilakukan, karena hal itu dapat menjadi tolak ukur kemampuan yang kita miliki," tambahnya.
Terlepas dari semua hal tersebut, para pelajar di tanah air juga dituntut agar memiliki budi pekerti yang luhur dan kepribadian yang santun. Sehingga antara pendidikan dan kepribadian dapat berjalan seimbang dan tak ada yang diberatkan.
"Selain mempelajari ilmu pengetahuan, jangan lupa kita juga wajib memplajari tentang akhlak, karena akhlak yang baik dapat menjadikan seluruh kemampuan yang kita miliki dapat lebih sempurna," tegasnya.
Dengan demikian Hendri berharap agar seluruh penerus bangsa terutama para pelajar dapat berbuat lebih baik dan lebih terpuji, agar bangsa Indonesia yang tercinta ini dapat mulia di mata negara tetangga. Dan ia pun mengimbaukan agar pelajar dapat berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu yang bersifat negatif. Karena dengan tingkah laku yang tak terkontrol itu, banyak pihak yang merasa dirugikan terutama bangsa ini.
"Harapan saya kepada seluruh pelajar agar mampu berbuat yang terbaik baik bagi diri sendiri maupun orang lain, karena bila perbuatan itu berdanpak kepada banyak pihak," pungkasnya. (Aden)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Anak juga perlu belajar sampingan
DAYA tangkap setiap anak dalam menerima materi pelajaran di sekolah memang berbeda-beda. Daya tangkap yang tergolong rendah akan sangat memengaruhi perolehan pengetahuannya. Padahal, perolehan pengetahuan berbanding lurus dengan perolehan nilai di sekolahnya.
Nah, agar bisa berbanding lurus, maka selain belajar di sekolah, anak juga perlu mengulang pelajarannya di luar sekolah. Salahsatu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan tambahan pelajaran ekstra atau bimbingan belajar baik yang dilakukan di luar sekolah maupun di luar rumah.
Menurut psikolog anak Dra Maria Elvira Psi dari Putik Psychology Center Balikpapan, perlu tidaknya bimbingan belajar yang diberikan tergantung pada kebutuhan utama dari diri si anak itu sendiri. Artinya, apakah anak benar-benar mendapatkan manfaat dari bimbingan belajar yang diikuti, sehingga dapat membantunya lebih memahami pelajaran yang kurang atau sulit baginya, ataukah hanya sekadar memenuhi perintah orangtua yang menginginkan dan melihat anaknya belajar.
Bila ternyata alasan kedua yang diberikan, maka orangtua perlu mempertimbangkan kembali kegunaannya. Karena tanggung jawab agar anak belajar sudah ditanamkan sejak anak usia dini, sehingga anak belajar tak perlu lagi harus disuruh atau dimasukkan ke bimbingan belajar,” ucap wanita yang akrab disapa Evi ini.
Setiap anak, jelas Evi, memiliki gaya belajar masing-masing yang seharusnya diketahui oleh orangtua. Sehingga ke depannya tidak terjadi pertentangan dan salah persepsi tentang cara belajar yang dilakukan anak. Apabila anak akhirnya mengikuti bimbingan belajar, sebaiknya disarankan untuk tidak mengikuti semua materi pelajaran yang di-bimbel-kan. Bimbingan yang diberikan cukup untuk mata pelajaran yang kurang ia pahami, atau pada pelajaran yang justru membuat anak jadi berbakat.
“Orangtua tak perlu memaksakan anaknya untuk mengikuti semua mata pelajaran yang di-bimbel-kan. Boleh saja diikutkan tapi harus bertahap, bukannya langsung sekaligus,” tuturnya. Di samping itu, anak tetap harus diberikan pemahaman bahwa kalaupun ia kurang memiliki minat pada mata pelajaran tertentu, ia tetap diingatkan untuk mencapai nilai standar yang ditentukan oleh sekolahnya. Karena bila ada salah satu dari pelajarannya di bawah standar, akan memengaruhi keberhasilannya juga.
Lebih lanjut Evi menyarankan, bimbingan belajar di luar jam sekolah sebaiknya bukan yang berkaitan dengan masalah scholastic (akademik) lagi. Akan lebih baik, bila anak diikutsertakan pada bimbingan belajar yang dapat mengasah kecerdasan majemuknya, seperti seni musik, seni tari, bahasa, renang, bela diri, lukis, sains dan lain-lain.
Ditambahkan, mengenai metode pengajaran yang diberikan di sekolah, kurang adil rasanya untuk mengharapkan guru di sekolah untuk mengakomodasi setiap kebutuhan masing-masing anak yang berbeda-beda ini.
“Maka itu, orangtua lah yang diharapkan untuk berperan serta dalam hal melengkapi pengetahuan dan kemampuan anak terhadap pelajaran yang kurang dapat dipahaminya di sekolah, serta mengasah kecerdasan-kecerdasan lainnya,” tegasnya ibu satu putri ini. (Aden)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Nah, agar bisa berbanding lurus, maka selain belajar di sekolah, anak juga perlu mengulang pelajarannya di luar sekolah. Salahsatu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan tambahan pelajaran ekstra atau bimbingan belajar baik yang dilakukan di luar sekolah maupun di luar rumah.
Menurut psikolog anak Dra Maria Elvira Psi dari Putik Psychology Center Balikpapan, perlu tidaknya bimbingan belajar yang diberikan tergantung pada kebutuhan utama dari diri si anak itu sendiri. Artinya, apakah anak benar-benar mendapatkan manfaat dari bimbingan belajar yang diikuti, sehingga dapat membantunya lebih memahami pelajaran yang kurang atau sulit baginya, ataukah hanya sekadar memenuhi perintah orangtua yang menginginkan dan melihat anaknya belajar.
Bila ternyata alasan kedua yang diberikan, maka orangtua perlu mempertimbangkan kembali kegunaannya. Karena tanggung jawab agar anak belajar sudah ditanamkan sejak anak usia dini, sehingga anak belajar tak perlu lagi harus disuruh atau dimasukkan ke bimbingan belajar,” ucap wanita yang akrab disapa Evi ini.
Setiap anak, jelas Evi, memiliki gaya belajar masing-masing yang seharusnya diketahui oleh orangtua. Sehingga ke depannya tidak terjadi pertentangan dan salah persepsi tentang cara belajar yang dilakukan anak. Apabila anak akhirnya mengikuti bimbingan belajar, sebaiknya disarankan untuk tidak mengikuti semua materi pelajaran yang di-bimbel-kan. Bimbingan yang diberikan cukup untuk mata pelajaran yang kurang ia pahami, atau pada pelajaran yang justru membuat anak jadi berbakat.
“Orangtua tak perlu memaksakan anaknya untuk mengikuti semua mata pelajaran yang di-bimbel-kan. Boleh saja diikutkan tapi harus bertahap, bukannya langsung sekaligus,” tuturnya. Di samping itu, anak tetap harus diberikan pemahaman bahwa kalaupun ia kurang memiliki minat pada mata pelajaran tertentu, ia tetap diingatkan untuk mencapai nilai standar yang ditentukan oleh sekolahnya. Karena bila ada salah satu dari pelajarannya di bawah standar, akan memengaruhi keberhasilannya juga.
Lebih lanjut Evi menyarankan, bimbingan belajar di luar jam sekolah sebaiknya bukan yang berkaitan dengan masalah scholastic (akademik) lagi. Akan lebih baik, bila anak diikutsertakan pada bimbingan belajar yang dapat mengasah kecerdasan majemuknya, seperti seni musik, seni tari, bahasa, renang, bela diri, lukis, sains dan lain-lain.
Ditambahkan, mengenai metode pengajaran yang diberikan di sekolah, kurang adil rasanya untuk mengharapkan guru di sekolah untuk mengakomodasi setiap kebutuhan masing-masing anak yang berbeda-beda ini.
“Maka itu, orangtua lah yang diharapkan untuk berperan serta dalam hal melengkapi pengetahuan dan kemampuan anak terhadap pelajaran yang kurang dapat dipahaminya di sekolah, serta mengasah kecerdasan-kecerdasan lainnya,” tegasnya ibu satu putri ini. (Aden)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Dampak Negatif dari Perilaku Guru Ringan Tangan
Diposkan oleh
Jumadil A, S.Pd
di
12:56 AM
0
komentar
Label: Dampak Negatif dari Perilaku Guru Ringan Tangan
Label: Dampak Negatif dari Perilaku Guru Ringan Tangan
Guru berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu gu = kegelapan dan ru = menghilangkan, sehingga kata ‘’guru’’ memiliki arti menghilangkan kegelapan.
Arti lain yang sering kita dengar di Jawa adalah digugu lan ditiru. Suatu arti yang sangat membanggakan tentunya, di samping predikat yang sangat mulia, yaitu pahlawan tanpa tanda jasa.
Namun, saya menjadi sedih saat membaca kesan yang disimpulkan dari hasil pemberitaan media massa bahwa guru zaman kini adalah guru ringan tangan dalam pengertian negatif sebagaimana yang dimuat Harian Suara Merdeka edisi Senin 19 Oktober 2009.
Hal ini bisa jadi nyata, karena memang ada guru yang seperti itu.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari UPI Bandung berpendapat, dampak negatif dalam dunia pendidikan seringkali tidak seketika atau langsung bisa dilihat orang lain atau dirasakan yang bersangkutan. Seringkali terasakan pada waktu lama setelah suatu kejadian.
Wacana
03 Nopember 2009
Surat Pembaca
Dampak Negatif dari Perilaku Guru Ringan Tangan
Guru berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu gu = kegelapan dan ru = menghilangkan, sehingga kata ‘’guru’’ memiliki arti menghilangkan kegelapan.
Arti lain yang sering kita dengar di Jawa adalah digugu lan ditiru. Suatu arti yang sangat membanggakan tentunya, di samping predikat yang sangat mulia, yaitu pahlawan tanpa tanda jasa.
Namun, saya menjadi sedih saat membaca kesan yang disimpulkan dari hasil pemberitaan media massa bahwa guru zaman kini adalah guru ringan tangan dalam pengertian negatif sebagaimana yang dimuat Harian Suara Merdeka edisi Senin 19 Oktober 2009.
Hal ini bisa jadi nyata, karena memang ada guru yang seperti itu.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari UPI Bandung berpendapat, dampak negatif dalam dunia pendidikan seringkali tidak seketika atau langsung bisa dilihat orang lain atau dirasakan yang bersangkutan. Seringkali terasakan pada waktu lama setelah suatu kejadian.
Saya pernah mengalaminya ketika di SMA atas perlakuan negatif seorang guru melalui perkataan yang bernada merendahkan siswa. Saya merasakan serik setelah selang waktu 20 tahun manakala beliau menjadi teman seprofesi dan masih suka mengucapkan perkataan tersebut.
Menyadari bahwa saya juga telah menjadi guru, maka perasaan serik itu saya kendalikan agar tidak menjadi sakit hati.
Bahkan menjadi suatu perenungan bagi saya bahwa setiap guru berpeluang bersikap yang berdampak negatif pada siswa.
Hal ini perlu disadari oleh setiap guru, sehingga dapat mengelola hati karena guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga keimanan.
Mereka mampu mengaplikasikan arti dari kata guru, walau bagai lilin kecil. Tetapi tidak berhenti pada guru, setiap siswa juga harus berusaha mengendalikan diri dan tekun belajar serta memanfaatkan fasilitas yang ada dengan baik.
Saat ini seringkali tercatat siswa dari keluarga kurang mampu tetapi memiliki Hp mahal. Demikian juga orang tua tidak hanya sibuk bekerja tetapi harus memberi kasih sayang dan perhatian pada anak agar terbentuk generasi yang kokoh.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Arti lain yang sering kita dengar di Jawa adalah digugu lan ditiru. Suatu arti yang sangat membanggakan tentunya, di samping predikat yang sangat mulia, yaitu pahlawan tanpa tanda jasa.
Namun, saya menjadi sedih saat membaca kesan yang disimpulkan dari hasil pemberitaan media massa bahwa guru zaman kini adalah guru ringan tangan dalam pengertian negatif sebagaimana yang dimuat Harian Suara Merdeka edisi Senin 19 Oktober 2009.
Hal ini bisa jadi nyata, karena memang ada guru yang seperti itu.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari UPI Bandung berpendapat, dampak negatif dalam dunia pendidikan seringkali tidak seketika atau langsung bisa dilihat orang lain atau dirasakan yang bersangkutan. Seringkali terasakan pada waktu lama setelah suatu kejadian.
Wacana
03 Nopember 2009
Surat Pembaca
Dampak Negatif dari Perilaku Guru Ringan Tangan
Guru berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu gu = kegelapan dan ru = menghilangkan, sehingga kata ‘’guru’’ memiliki arti menghilangkan kegelapan.
Arti lain yang sering kita dengar di Jawa adalah digugu lan ditiru. Suatu arti yang sangat membanggakan tentunya, di samping predikat yang sangat mulia, yaitu pahlawan tanpa tanda jasa.
Namun, saya menjadi sedih saat membaca kesan yang disimpulkan dari hasil pemberitaan media massa bahwa guru zaman kini adalah guru ringan tangan dalam pengertian negatif sebagaimana yang dimuat Harian Suara Merdeka edisi Senin 19 Oktober 2009.
Hal ini bisa jadi nyata, karena memang ada guru yang seperti itu.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, pengamat pendidikan dari UPI Bandung berpendapat, dampak negatif dalam dunia pendidikan seringkali tidak seketika atau langsung bisa dilihat orang lain atau dirasakan yang bersangkutan. Seringkali terasakan pada waktu lama setelah suatu kejadian.
Saya pernah mengalaminya ketika di SMA atas perlakuan negatif seorang guru melalui perkataan yang bernada merendahkan siswa. Saya merasakan serik setelah selang waktu 20 tahun manakala beliau menjadi teman seprofesi dan masih suka mengucapkan perkataan tersebut.
Menyadari bahwa saya juga telah menjadi guru, maka perasaan serik itu saya kendalikan agar tidak menjadi sakit hati.
Bahkan menjadi suatu perenungan bagi saya bahwa setiap guru berpeluang bersikap yang berdampak negatif pada siswa.
Hal ini perlu disadari oleh setiap guru, sehingga dapat mengelola hati karena guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga keimanan.
Mereka mampu mengaplikasikan arti dari kata guru, walau bagai lilin kecil. Tetapi tidak berhenti pada guru, setiap siswa juga harus berusaha mengendalikan diri dan tekun belajar serta memanfaatkan fasilitas yang ada dengan baik.
Saat ini seringkali tercatat siswa dari keluarga kurang mampu tetapi memiliki Hp mahal. Demikian juga orang tua tidak hanya sibuk bekerja tetapi harus memberi kasih sayang dan perhatian pada anak agar terbentuk generasi yang kokoh.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Mencari Rumusan Peningkatan Mutu Pendidikan
Diposkan oleh
Jumadil A, S.Pd
di
12:48 AM
0
komentar
Label: Mencari Rumusan Peningkatan Mutu Pendidikan
Label: Mencari Rumusan Peningkatan Mutu Pendidikan
PERSPEKTIF tentang rumusan mutu pendidikan yang akan saya bahas dalam artikel ini sesungguhnya berangkat dari best practice yang saya alami selama 17 tahun masa pengabdian sebagai guru. Memang sangat sulit untuk mengurai dari mana persoalan peningkatan mutu pendidikan itu harus kita mulai. Apalagi jika mutu pendidikan itu dibebankan secara praksis kepada setiap sekolah, pandangan tentang mutu tentulah sangat beragam karena lokasi dan situasi setiap sekolah sangat berbeda. Sekolah tertentu akan berasumsi bahwa persoalan mutu pendidikan harus dimulai dari guru. Sekolah lain beranggapan persoalan mutu harus dimulai dari input, baik siswa maupun gurunya. Selain itu, yang paling seragam dalam jawaban adalah persoalan dana, bujet, dan atau pembiayaan sekolah yang harus dibenahi terlebih dahulu jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Persyaratan mutu pendidikan (sekolah)
Berdasarkan pengamalan mengajar dan bacaan yang saya peroleh, untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, kita harus memperhatikan beberapa unsur penting pada internal sekolah itu sendiri. Beberapa kajian tentang effective schools atau excellent school, Samomons et all (1995) menyebutkan beberapa persyaratan atau kondisi yang diperlukan untuk suatu sekolah bermutu, yaitu (a) kepemimpinan profesional seorang kepala sekolah terutama menyangkut peran yang dimainkan, gaya kepemimpinan, pemahaman dan kemampuan menerjemahkan visi, nilai dan tujuan sekolah dalam program atau aksi serta responsif terhadap perubahan. Kepemimpinan efektif seorang kepala sekolah, dalam pandangan saya, dicirikan dengan keandalan dalam menata organisasi sekolah, berorientasi diri pada tujuan, memiliki sikap dan prilaku demokratis yang dicerminkan dalam penerapan pendekatan partisipatoris dalam pengambilan keputusan untuk program sekolah.
Selain kepemimpinan, kesamaan pandangan seluruh komponen sekolah terhadap visi dan tujuan bersama sangatlah penting. Sivitas sekolah harus sepakat (komit) terhadap tujuan dan nilai-nilai yang menjadi landasan sekolah sehingga kohesivitas personel, hubungan kolegial dan kerja sama antara unsur-unsur atau fungsi yang ada dalam sekolah terbangun dengan baik. Banyak kasus di sekolah negeri seperti tempat saya mengajar, hal itu sangat sulit untuk diwujudkan, dan kalau pun bisa, hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang. Salah satu penyebab sulitnya membangun kesadaran kebersamaan di sekolah adalah regulasi dan aturan main tentang rotasi dan mutasi guru sangatlah kompleks dan tidak transparan. Pengangkatan kepala sekolah tidak menggunakan merit system, tapi lebih kepada pendekatan kekuasaan dan perkoncoan.
Padahal dalam pemahaman saya, belajar merupakan sebuah penciptaan entitas kolektif (a learning organization). Setiap individu harus selalu siap untuk melakukan perbaikan dan peningkatan diri agar apa yang dilaksanakan dapat berhasil secara maksimal sesuai dengan tujuan bersama. Sekolah sebagai organisasi pembelajar (a learning organization) harus selalu berupaya mewujudkan kerja kelompok yang akan membawa perubahan dalam wawasan dan sikap di kalangan sivitas sekolah. Belajar, dengan demikian, juga merupakan proses pengembangan diri (insight) dan proses asosiasi antara tindakan masa silam dan tindakan yang akan dilaksanakan secara bersama di masa datang (Preskill; Torres, 1999). Oleh karena itu, sistem rotasi dan mutasi guru harus dibangun berdasarkan tingkat kemampuan guru dalam berinteraksi, baik dengan siswa maupun dengan sesama rekan kerja seprofesi.
Lima pendekatan rumusan
Atas dasar persyaratan tersebut, rumusan peningkatan pendidikan di tingkat sekolah haruslah didasarkan pada program pemberdayaan mutu sekolah yang memiliki strategi intervensi yang membumi dan sesuai dengan kemampuan sekolah itu sendiri. Bentuk strategi intervensinya dapat kita identifikasi dari beberapa best practice yang dilakukan pihak sekolah, antara lain adalah menumbuhkan kesadaran bahwa sekolah adalah bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat (opening the school to serve the community). Dalam banyak kasus, sekolah bagi para guru kebanyakan adalah tempat bekerja semata. Memang tidak sepenuhnya salah jika pandangan semacam ini muncul. Hanya saja, orientasi pada kerja semata akan membawa sikap apatis guru karena orientasi pelayanan mereka juga tak lebih dan tak kurang sama seperti pegawai negeri lainnya. Datang ke sekolah untuk mengajar, memberi PR, mengisi absen, setelah itu pulang. Fungsi melayani seperti kurang berarti, dan pada akhirnya semua guru tidak terlatih soft skills-nya untuk berbuat lebih jauh daripada sekadar pegawai biasa. Dalam konteks ini, strategi intervensi dari penanggung jawab pendidikan di daerah sangat dinanti, apa dan bagaimana bentuk program pengembangan kapasitas guru selain sertifikasi yang kurang jelas arahnya.
Sekolah, apalagi dengan sumber daya yang terbatas, harus mampu menciptakan model mengajar secara tim dengan guru lainnya dalam sebuah ruang kelas yang kecil dan efektif (team teaching with smaller classes).Jika pemerintah concern terhadap model intervensi ini, maka mau tidak mau tutor dan mentor dari perguruan tinggi harus diminta untuk membantu sekolah dalam membentuk team teaching. Dalam banyak hal, mengajar dengan cara bersama guru lain dalam satu kelas akan meningkatkan daya kritis guru secara cepat karena pada waktu bersamaan antara sesama guru dapat melakukan koreksi langsung terhadap cara penyampaian materi dan metode belajar yang digunakan. Oleh karena itu, baik kepala sekolah maupun pengawas sebaiknya dapat menggunakan cara itu agar dapat lebih objektif dalam menilai kinerja guru. Objektivitas dalam evaluasi guru merupakan modal penting untuk menentukan masa depan karier seorang guru, apalagi jika ini dikaitkan dengan pola rotasi dan mutasi guru di sebuah daerah. Keuntungan lain dari pendekatan itu adalah anak didik akan lebih mampu berinteraksi secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
Salah satu yang selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan pihak sekolah adalah menyertakan orang tua atau masyarakat dalam proses pembelajaran (authentic and meaningful learning through field experiences and community connections). Kerja sama sekolah dan orang tua merupakan strategi yang baik untuk digunakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan (sekolah). Partisipasi masyarakat diyakini sebagai prasyarat untuk mewujudkan good education governance, yakni terselenggaranya pelayanan pendidikan yang baik dan amanah. Partisipasi masyarakat tersebut dapat dirumuskan ke dalam empat hal, yakni memberi nasihat atau masukan (advisory); memberi dukungan dan bantuan kepada sekolah (supporting); menjembatani atau memfasilitasi kerja sama antara sekolah dengan masyarakat (mediating); dan melakukan pengawasan terhadap pelayanan pendidikan yang disediakan sekolah (akuntabilitas sekolah). Dalam kerangka partisipasi itu, institusi masyarakat (media, civil society, komite sekolah) dapat memberikan kontribusi dalam kerangka empat fungsi pokok. Kelembagaan komite sekolah merupakan penjelmaan dari kesadaran kerelawanan masyarakat untuk berkontribusi terhadap penciptaan dan perbaikan masyarakatnya sendiri. Pendekatan keempat itu dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan fungi wadah partisipasi masyarakat.
Banyak contoh kecil yang bisa dilakukan sekolah, seperti menciptakan parents-day, saat para orang tua dalam suatu hari yang disepakati bersama dapat mengajar anak-anak mereka secara langsung di sekolah. Orang tua/masyarakat harus dipandang sekolah sebagai sumber informasi paling berharga dalam penambahan wawasan para guru dan siswa. Memberi kesempatan secara luas kepada orang tua/masyarakat dalam proses belajar-mengajar akan mempermudah tugas guru dan sekolah dalam melakukan bimbingan dan pengajaran dalam waktu yang bersamaan.
Jika konsekuensi tersebut telah diambil sekolah, pada saatnya sekolah harus berani untuk dievaluasi secara terbuka, baik oleh sejawat guru, siswa, maupun para orang tua. Semacam check-list attitude guru dan siswa dapat dikembangkan secara bersama dalam rangka mencapai kualitas proses belajar-mengajar yang diinginkan. An educator attitude check, dengan demikian, merupakan sebuah keharusan yang perlu dilakukan manajemen sekolah.
Yang terakhir, ada baiknya jika sekolah melengkapi diri dengan standar perpustakaan sekolah yang memadai, bukan hanya untuk siswa, melainkan juga untuk guru. Di lingkungan tempat saya bekerja, masih banyak dijumpai sekolah yang tak memiliki perpustakaan yang layak. Apalagi jika dilihat dari kemampuan guru dalam membaca, sungguh ironi dan menyedihkan. Selain rencahnya minat baca, kemampuan guru untuk menggunakan media belajar seperti komputer pun sangat amat menyedihkan. Mampukah pemerintah melakukan assessment kecil untuk mengukur kemampuan guru dalam mengoperasikan komputer? Padahal, semangat learn 21st century skills semestinya sudah mulai tumbuh di lingkungan guru-guru kita. Bukan hanya sekadar mendengar ungkapan Tukul dalam Bukan Empat Mata, "Kembali ke laptop." Sementara itu, guru-guru kita masih asing dan terbelakang dengan laptop.
Oleh Qaimah Umar, Guru Sekolah Dasar Negeri Harapan Baru IV, Bekasi
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Persyaratan mutu pendidikan (sekolah)
Berdasarkan pengamalan mengajar dan bacaan yang saya peroleh, untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, kita harus memperhatikan beberapa unsur penting pada internal sekolah itu sendiri. Beberapa kajian tentang effective schools atau excellent school, Samomons et all (1995) menyebutkan beberapa persyaratan atau kondisi yang diperlukan untuk suatu sekolah bermutu, yaitu (a) kepemimpinan profesional seorang kepala sekolah terutama menyangkut peran yang dimainkan, gaya kepemimpinan, pemahaman dan kemampuan menerjemahkan visi, nilai dan tujuan sekolah dalam program atau aksi serta responsif terhadap perubahan. Kepemimpinan efektif seorang kepala sekolah, dalam pandangan saya, dicirikan dengan keandalan dalam menata organisasi sekolah, berorientasi diri pada tujuan, memiliki sikap dan prilaku demokratis yang dicerminkan dalam penerapan pendekatan partisipatoris dalam pengambilan keputusan untuk program sekolah.
Selain kepemimpinan, kesamaan pandangan seluruh komponen sekolah terhadap visi dan tujuan bersama sangatlah penting. Sivitas sekolah harus sepakat (komit) terhadap tujuan dan nilai-nilai yang menjadi landasan sekolah sehingga kohesivitas personel, hubungan kolegial dan kerja sama antara unsur-unsur atau fungsi yang ada dalam sekolah terbangun dengan baik. Banyak kasus di sekolah negeri seperti tempat saya mengajar, hal itu sangat sulit untuk diwujudkan, dan kalau pun bisa, hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang. Salah satu penyebab sulitnya membangun kesadaran kebersamaan di sekolah adalah regulasi dan aturan main tentang rotasi dan mutasi guru sangatlah kompleks dan tidak transparan. Pengangkatan kepala sekolah tidak menggunakan merit system, tapi lebih kepada pendekatan kekuasaan dan perkoncoan.
Padahal dalam pemahaman saya, belajar merupakan sebuah penciptaan entitas kolektif (a learning organization). Setiap individu harus selalu siap untuk melakukan perbaikan dan peningkatan diri agar apa yang dilaksanakan dapat berhasil secara maksimal sesuai dengan tujuan bersama. Sekolah sebagai organisasi pembelajar (a learning organization) harus selalu berupaya mewujudkan kerja kelompok yang akan membawa perubahan dalam wawasan dan sikap di kalangan sivitas sekolah. Belajar, dengan demikian, juga merupakan proses pengembangan diri (insight) dan proses asosiasi antara tindakan masa silam dan tindakan yang akan dilaksanakan secara bersama di masa datang (Preskill; Torres, 1999). Oleh karena itu, sistem rotasi dan mutasi guru harus dibangun berdasarkan tingkat kemampuan guru dalam berinteraksi, baik dengan siswa maupun dengan sesama rekan kerja seprofesi.
Lima pendekatan rumusan
Atas dasar persyaratan tersebut, rumusan peningkatan pendidikan di tingkat sekolah haruslah didasarkan pada program pemberdayaan mutu sekolah yang memiliki strategi intervensi yang membumi dan sesuai dengan kemampuan sekolah itu sendiri. Bentuk strategi intervensinya dapat kita identifikasi dari beberapa best practice yang dilakukan pihak sekolah, antara lain adalah menumbuhkan kesadaran bahwa sekolah adalah bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat (opening the school to serve the community). Dalam banyak kasus, sekolah bagi para guru kebanyakan adalah tempat bekerja semata. Memang tidak sepenuhnya salah jika pandangan semacam ini muncul. Hanya saja, orientasi pada kerja semata akan membawa sikap apatis guru karena orientasi pelayanan mereka juga tak lebih dan tak kurang sama seperti pegawai negeri lainnya. Datang ke sekolah untuk mengajar, memberi PR, mengisi absen, setelah itu pulang. Fungsi melayani seperti kurang berarti, dan pada akhirnya semua guru tidak terlatih soft skills-nya untuk berbuat lebih jauh daripada sekadar pegawai biasa. Dalam konteks ini, strategi intervensi dari penanggung jawab pendidikan di daerah sangat dinanti, apa dan bagaimana bentuk program pengembangan kapasitas guru selain sertifikasi yang kurang jelas arahnya.
Sekolah, apalagi dengan sumber daya yang terbatas, harus mampu menciptakan model mengajar secara tim dengan guru lainnya dalam sebuah ruang kelas yang kecil dan efektif (team teaching with smaller classes).Jika pemerintah concern terhadap model intervensi ini, maka mau tidak mau tutor dan mentor dari perguruan tinggi harus diminta untuk membantu sekolah dalam membentuk team teaching. Dalam banyak hal, mengajar dengan cara bersama guru lain dalam satu kelas akan meningkatkan daya kritis guru secara cepat karena pada waktu bersamaan antara sesama guru dapat melakukan koreksi langsung terhadap cara penyampaian materi dan metode belajar yang digunakan. Oleh karena itu, baik kepala sekolah maupun pengawas sebaiknya dapat menggunakan cara itu agar dapat lebih objektif dalam menilai kinerja guru. Objektivitas dalam evaluasi guru merupakan modal penting untuk menentukan masa depan karier seorang guru, apalagi jika ini dikaitkan dengan pola rotasi dan mutasi guru di sebuah daerah. Keuntungan lain dari pendekatan itu adalah anak didik akan lebih mampu berinteraksi secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
Salah satu yang selama ini terlupakan atau sengaja dilupakan pihak sekolah adalah menyertakan orang tua atau masyarakat dalam proses pembelajaran (authentic and meaningful learning through field experiences and community connections). Kerja sama sekolah dan orang tua merupakan strategi yang baik untuk digunakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan (sekolah). Partisipasi masyarakat diyakini sebagai prasyarat untuk mewujudkan good education governance, yakni terselenggaranya pelayanan pendidikan yang baik dan amanah. Partisipasi masyarakat tersebut dapat dirumuskan ke dalam empat hal, yakni memberi nasihat atau masukan (advisory); memberi dukungan dan bantuan kepada sekolah (supporting); menjembatani atau memfasilitasi kerja sama antara sekolah dengan masyarakat (mediating); dan melakukan pengawasan terhadap pelayanan pendidikan yang disediakan sekolah (akuntabilitas sekolah). Dalam kerangka partisipasi itu, institusi masyarakat (media, civil society, komite sekolah) dapat memberikan kontribusi dalam kerangka empat fungsi pokok. Kelembagaan komite sekolah merupakan penjelmaan dari kesadaran kerelawanan masyarakat untuk berkontribusi terhadap penciptaan dan perbaikan masyarakatnya sendiri. Pendekatan keempat itu dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan fungi wadah partisipasi masyarakat.
Banyak contoh kecil yang bisa dilakukan sekolah, seperti menciptakan parents-day, saat para orang tua dalam suatu hari yang disepakati bersama dapat mengajar anak-anak mereka secara langsung di sekolah. Orang tua/masyarakat harus dipandang sekolah sebagai sumber informasi paling berharga dalam penambahan wawasan para guru dan siswa. Memberi kesempatan secara luas kepada orang tua/masyarakat dalam proses belajar-mengajar akan mempermudah tugas guru dan sekolah dalam melakukan bimbingan dan pengajaran dalam waktu yang bersamaan.
Jika konsekuensi tersebut telah diambil sekolah, pada saatnya sekolah harus berani untuk dievaluasi secara terbuka, baik oleh sejawat guru, siswa, maupun para orang tua. Semacam check-list attitude guru dan siswa dapat dikembangkan secara bersama dalam rangka mencapai kualitas proses belajar-mengajar yang diinginkan. An educator attitude check, dengan demikian, merupakan sebuah keharusan yang perlu dilakukan manajemen sekolah.
Yang terakhir, ada baiknya jika sekolah melengkapi diri dengan standar perpustakaan sekolah yang memadai, bukan hanya untuk siswa, melainkan juga untuk guru. Di lingkungan tempat saya bekerja, masih banyak dijumpai sekolah yang tak memiliki perpustakaan yang layak. Apalagi jika dilihat dari kemampuan guru dalam membaca, sungguh ironi dan menyedihkan. Selain rencahnya minat baca, kemampuan guru untuk menggunakan media belajar seperti komputer pun sangat amat menyedihkan. Mampukah pemerintah melakukan assessment kecil untuk mengukur kemampuan guru dalam mengoperasikan komputer? Padahal, semangat learn 21st century skills semestinya sudah mulai tumbuh di lingkungan guru-guru kita. Bukan hanya sekadar mendengar ungkapan Tukul dalam Bukan Empat Mata, "Kembali ke laptop." Sementara itu, guru-guru kita masih asing dan terbelakang dengan laptop.
Oleh Qaimah Umar, Guru Sekolah Dasar Negeri Harapan Baru IV, Bekasi
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Media Belajar
ADA banyak cerita di balik kesuksesan seorang guru dalam mengajar. Salah satu pendukung sukses seorang guru adalah kepandaian dan kreativitas guru tersebut menggunakan media pembelajaran dalam berinteraksi dengan siswa-siswi mereka. Kiki, sebutlah begitu namanya, adalah tipologi guru muda yang disenangi anak didiknya karena selalu atraktif dalam menggunakan media pembelajaran, baik yang sudah tersedia di sekolah, di lingkungan sekolah, maupun di rumah.
Mungkin tak terpikir sebelumnya bagaimana dedaunan kering, koran bekas, pembungkus semen, kaleng dan botol bekas minuman semacam soft drink akan menjadi alat media belajar yang efektif, baik untuk mata ajar fisika, biologi, kimia, dan bahkan sejarah. Pendek kata, media belajar yang digunakan Kiki selain murah juga ramah dengan lingkungan. Jangan ditanya hasilnya, karena para siswa pun menjadi lebih termotivasi untuk belajar secara sederhana, menggunakan media belajar yang ramah lingkungan, serta yang paling penting adalah fun dan tidak membosankan.
Ketika Edu bertanya tentang media belajar yang digunakan Kiki dalam proses belajar-mengajar, jawaban Kiki sungguh di luar dugaan. Kiki seperti memahami benar prosedur pengembangan pembelajaran menurut Gerlach dan Elly, yakni tujuan instruksional diarahkan kepada rumusan tingkah laku yang harus dimiliki oleh siswa setelah selesai mengikuti pembelajaran. Barulah setelah itu Kiki merinci materi pembelajaran yang diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Melakukan tes entering behaviour level untuk mengetahui minat siswa sangatlah penting di mata Kiki, yaitu sebagai cara untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagai dasar untuk menentukan dari mana guru harus mengawali pembelajaran.
Selain itu, kemampuan guru dalam merumuskan tujuan, isi, dan entering behaviour level akan menempatkan guru pada posisi yang benar ketika menentukan strategi yang sesuai dengan karakteristik tujuan maupun materi yang diberikan, juga termasuk mengatur dan mengelompokkan siswa. Pengelompokan siswa diselaraskan dengan waktu dan ruang belajar yang tersedia. Menentukan media yang cocok digunakan dalam pembelajaran dapat disesuaikan dengan tujuan, strategi, waktu yang tersedia, dan fasilitas pendukung lainnya. Barulah setelah itu kegiatan pembelajaran diakhiri dengan penilaian terhadap penampilan siswa untuk menentukan umpan balik dan merevisi rencana dan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya.
Penting juga bagi para guru mengetahui alasan praktis memilih media tertentu dalam pembelajaran. Alasan praktis tersebut biasanya berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan guru mengapa menggunakan media dalam pembelajaran. Beberapa alasan praktis penggunaan media dalam proses pembelajaran antara lain untuk mendemonstrasikan sebuah konsep, objek, kegunaan, cara mengoperasikan dan lain-lain. Media berfungsi sebagai alat peraga pembelajaran, seperti seorang guru kimia akan menjelaskan proses perubahan-perubahan zat dengan menggunakan gelas ukur. Sebelum dilakukan praktikum, terlebih dahulu guru tersebut memperagakan bagaimana cara menggunakan gelas ukur dengan baik.
Penggunaan media, bagi beberapa guru, juga memiliki alasan pribadi mengapa mereka menggunakan media, di antaranya adalah karena sudah terbiasa menggunakan media tersebut, merasa sudah menguasai media tersebut, jika menggunakan media lain belum tentu bisa dan untuk mempelajarinya. Alasan familiarity tentu saja tidak selamanya tepat, jika tidak memperhatikan tujuannya. Meski demikian, alasan ini cukup banyak terjadi dalam proses pembelajaran. Selain itu alasan kejelasan (clarity) juga menjadi pendorong mengapa guru membutuhkan media pembelajaran.
Yang lebih penting diketahui oleh para guru adalah bahwa penggunaan media harus dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukan oleh guru. Salah satu aspek yang harus diupayakan oleh guru dalam pembelajaran adalah siswa harus berperan secara aktif baik secara fisik, mental, maupun emosional. Dalam praktiknya guru tidak selamanya mampu membuat siswa aktif hanya dengan cara ceramah, tanya jawab dan lain-lain, namun diperlukan media untuk menarik minat atau gairah belajar siswa. Untuk itulah media pembelajaran yang akan digunakan para guru harus mampu memacu dan memicu terjadinya proses pembelajaran yang aktif (active learning).
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Mungkin tak terpikir sebelumnya bagaimana dedaunan kering, koran bekas, pembungkus semen, kaleng dan botol bekas minuman semacam soft drink akan menjadi alat media belajar yang efektif, baik untuk mata ajar fisika, biologi, kimia, dan bahkan sejarah. Pendek kata, media belajar yang digunakan Kiki selain murah juga ramah dengan lingkungan. Jangan ditanya hasilnya, karena para siswa pun menjadi lebih termotivasi untuk belajar secara sederhana, menggunakan media belajar yang ramah lingkungan, serta yang paling penting adalah fun dan tidak membosankan.
Ketika Edu bertanya tentang media belajar yang digunakan Kiki dalam proses belajar-mengajar, jawaban Kiki sungguh di luar dugaan. Kiki seperti memahami benar prosedur pengembangan pembelajaran menurut Gerlach dan Elly, yakni tujuan instruksional diarahkan kepada rumusan tingkah laku yang harus dimiliki oleh siswa setelah selesai mengikuti pembelajaran. Barulah setelah itu Kiki merinci materi pembelajaran yang diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Melakukan tes entering behaviour level untuk mengetahui minat siswa sangatlah penting di mata Kiki, yaitu sebagai cara untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagai dasar untuk menentukan dari mana guru harus mengawali pembelajaran.
Selain itu, kemampuan guru dalam merumuskan tujuan, isi, dan entering behaviour level akan menempatkan guru pada posisi yang benar ketika menentukan strategi yang sesuai dengan karakteristik tujuan maupun materi yang diberikan, juga termasuk mengatur dan mengelompokkan siswa. Pengelompokan siswa diselaraskan dengan waktu dan ruang belajar yang tersedia. Menentukan media yang cocok digunakan dalam pembelajaran dapat disesuaikan dengan tujuan, strategi, waktu yang tersedia, dan fasilitas pendukung lainnya. Barulah setelah itu kegiatan pembelajaran diakhiri dengan penilaian terhadap penampilan siswa untuk menentukan umpan balik dan merevisi rencana dan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya.
Penting juga bagi para guru mengetahui alasan praktis memilih media tertentu dalam pembelajaran. Alasan praktis tersebut biasanya berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan guru mengapa menggunakan media dalam pembelajaran. Beberapa alasan praktis penggunaan media dalam proses pembelajaran antara lain untuk mendemonstrasikan sebuah konsep, objek, kegunaan, cara mengoperasikan dan lain-lain. Media berfungsi sebagai alat peraga pembelajaran, seperti seorang guru kimia akan menjelaskan proses perubahan-perubahan zat dengan menggunakan gelas ukur. Sebelum dilakukan praktikum, terlebih dahulu guru tersebut memperagakan bagaimana cara menggunakan gelas ukur dengan baik.
Penggunaan media, bagi beberapa guru, juga memiliki alasan pribadi mengapa mereka menggunakan media, di antaranya adalah karena sudah terbiasa menggunakan media tersebut, merasa sudah menguasai media tersebut, jika menggunakan media lain belum tentu bisa dan untuk mempelajarinya. Alasan familiarity tentu saja tidak selamanya tepat, jika tidak memperhatikan tujuannya. Meski demikian, alasan ini cukup banyak terjadi dalam proses pembelajaran. Selain itu alasan kejelasan (clarity) juga menjadi pendorong mengapa guru membutuhkan media pembelajaran.
Yang lebih penting diketahui oleh para guru adalah bahwa penggunaan media harus dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukan oleh guru. Salah satu aspek yang harus diupayakan oleh guru dalam pembelajaran adalah siswa harus berperan secara aktif baik secara fisik, mental, maupun emosional. Dalam praktiknya guru tidak selamanya mampu membuat siswa aktif hanya dengan cara ceramah, tanya jawab dan lain-lain, namun diperlukan media untuk menarik minat atau gairah belajar siswa. Untuk itulah media pembelajaran yang akan digunakan para guru harus mampu memacu dan memicu terjadinya proses pembelajaran yang aktif (active learning).
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Belajar Pengetahuan di Alam Terbuka
Untuk menambah wawasan terhadap ilmu pengetahuan, di alam terbuka juga bisa menjadi media dari suatu proses pembelajaran bagi para peserta didik.
Perguruan Candra Kusuma Medan menerapkan hal tersebut dengan membawa para siswa Sekolah Dasar (SD) kelas 2 ke Kampung Ladang, Tuntungan.
"Alam merupakan guru yang baik. Dari alam, kita dapat mempelajari banyak hal," ujar ketua rombongan Irawaty AMd, pada rilis yang diterima Global, Senin (2/11).
Saat ini anak-anak memiliki keterbatasan dalam mempelajari alam. Menurut Irawaty, hal itu mungkin karena lahan yang terbatas, pergeseran fungsi lahan dan daerah pemukiman.
Anak-anak yang bisa bermain bebas di alam, kata Irawaty biasanya hanya anak-anak bermukim di pinggiran kota yang masih tersisa banyak lahan untuk dieksplor, seperti memanjat pohon, memancing ikan atau belut dan berlari-lari bebas di alam terbuka serta bermain layangan di lapangan luas. Sementara anak-anak perkotaan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain di daerah tertutup.
Kondisi ini bisa dimengerti karena faktor keadaan dan keamanan yang saat ini banyak mengkhawatirkan.
Untuk membuka wawasan para siswa tentang bagaimana alam itu, maka Senin (19/10) lalu, sebanyak 74 siswa SD kelas 2 Chandra Kusuma School Medan beserta 10 guru belajar di alam terbuka di Kampung Ladang, Tuntungan.
Dijelaskan Irawaty, fasilitas di Kampung Ladang ini cukup lengkap bagi anak-anak yang ingin belajar tentang alam dalam satu paket. Pada kegiatan itu rombongan disuguhkan mengamati beberapa jenis tanaman sayur dan buah, kolam ikan, serta alam yang unik, sehingga anak-anak bisa berjalan menyusuri ladang dengan kondisi tanah yang naik turun ke bawah.
Beberapa tanaman buah dan sayur yang berhasil diamati seperti pohon durian, sirsak, pepaya, kelapa, tanaman kacang panjang, jagung, ubi kayu dan lainnya.
Selain itu pada pengenalan alam juga dirangkai dengan permainan berkelompok, dimana anak-anak diperbolehkan menangkap ikan sebanyak-banyaknya.
"Semua ini merupakan pengalaman baru bagi siswa, karena melakukan kegiatan eksplorasi di alam terbuka secara bebas, tanpa didampingi orang tua, sehingga melatih kemandirian, kepercayaan diri dan keingintahuan mereka. " ujar Irawaty AMd.
Tujuan dari belajar di alam terbuka ini adalah agar siswa mampu belajar dari pengamatan secara langsung di lapangan, mengenal jenis-jenis tanaman sayur dan buah yang berhubungan dengan pelajaran bahasa Inggris dan sains.
Selain itu kegiatan ini juga melatih untuk bekerjasama, karena banyak tugas dan permainan yang harus mereka lakukan dan diselesaikan dengan kerja sama yang baik.
"Perjalanan seperti ini nantinya harus dipresentasikan siswa di depan kelas, tentang hal-hal yang dilihat dan diamati dari pengalaman mereka di Kampung Ladang tersebut," ucap Irawaty.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Perguruan Candra Kusuma Medan menerapkan hal tersebut dengan membawa para siswa Sekolah Dasar (SD) kelas 2 ke Kampung Ladang, Tuntungan.
"Alam merupakan guru yang baik. Dari alam, kita dapat mempelajari banyak hal," ujar ketua rombongan Irawaty AMd, pada rilis yang diterima Global, Senin (2/11).
Saat ini anak-anak memiliki keterbatasan dalam mempelajari alam. Menurut Irawaty, hal itu mungkin karena lahan yang terbatas, pergeseran fungsi lahan dan daerah pemukiman.
Anak-anak yang bisa bermain bebas di alam, kata Irawaty biasanya hanya anak-anak bermukim di pinggiran kota yang masih tersisa banyak lahan untuk dieksplor, seperti memanjat pohon, memancing ikan atau belut dan berlari-lari bebas di alam terbuka serta bermain layangan di lapangan luas. Sementara anak-anak perkotaan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain di daerah tertutup.
Kondisi ini bisa dimengerti karena faktor keadaan dan keamanan yang saat ini banyak mengkhawatirkan.
Untuk membuka wawasan para siswa tentang bagaimana alam itu, maka Senin (19/10) lalu, sebanyak 74 siswa SD kelas 2 Chandra Kusuma School Medan beserta 10 guru belajar di alam terbuka di Kampung Ladang, Tuntungan.
Dijelaskan Irawaty, fasilitas di Kampung Ladang ini cukup lengkap bagi anak-anak yang ingin belajar tentang alam dalam satu paket. Pada kegiatan itu rombongan disuguhkan mengamati beberapa jenis tanaman sayur dan buah, kolam ikan, serta alam yang unik, sehingga anak-anak bisa berjalan menyusuri ladang dengan kondisi tanah yang naik turun ke bawah.
Beberapa tanaman buah dan sayur yang berhasil diamati seperti pohon durian, sirsak, pepaya, kelapa, tanaman kacang panjang, jagung, ubi kayu dan lainnya.
Selain itu pada pengenalan alam juga dirangkai dengan permainan berkelompok, dimana anak-anak diperbolehkan menangkap ikan sebanyak-banyaknya.
"Semua ini merupakan pengalaman baru bagi siswa, karena melakukan kegiatan eksplorasi di alam terbuka secara bebas, tanpa didampingi orang tua, sehingga melatih kemandirian, kepercayaan diri dan keingintahuan mereka. " ujar Irawaty AMd.
Tujuan dari belajar di alam terbuka ini adalah agar siswa mampu belajar dari pengamatan secara langsung di lapangan, mengenal jenis-jenis tanaman sayur dan buah yang berhubungan dengan pelajaran bahasa Inggris dan sains.
Selain itu kegiatan ini juga melatih untuk bekerjasama, karena banyak tugas dan permainan yang harus mereka lakukan dan diselesaikan dengan kerja sama yang baik.
"Perjalanan seperti ini nantinya harus dipresentasikan siswa di depan kelas, tentang hal-hal yang dilihat dan diamati dari pengalaman mereka di Kampung Ladang tersebut," ucap Irawaty.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Pentingnya Mengevaluasi Pelajaran

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengevaluasi suatu mutu pendidikan banyak dipengaruhi oleh proses mendidik yang terkait erat kebutuhan mengembangkan dan membina bakat tertentu, yaitu keberbakatan kreatif, pada anak didik.
Namun, untuk mengevaluasi berbagai instrumen yang diperlukan dalam mengkaji keberbakatan tersebut perlu ditetapkan pendekatan untuk mengakses keberbakatan itu sendiri.
Menurut Conny R.Semiawan, pemerhati pendidikan dan Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi UI, salah satu instrumen penting untuk mengevaluasi efektifitas lingkungan belajar anak berbakat adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan yang mencakup cara/metode penting dari para pengelola dan guru yang menyiapkan lingkungan belajar tersebut.
Beberapa pertanyaan in misalnya, mungkin bisa dijadikan panduan untuk mengevaluasi pola pembelajaran Anda, khususnya pada anak-anak berbakat yang tidak berprestasi:
- Sudahkah Anda membantu siswa berbakat tersebut dan menyadari gaya belajar mereka?
- Sudahkah bertanya pada mereka, apa yang menjadikan mereka belajar secara efektif?
- Apakah lebih baik membicarakan dan menasehati anak berbakat tentang cara belajar tersebut, selain hanya isi mata pelajaran yang mereka pelajari?
- Apakah di lingkungan belajar Anda diperkenankan mengatakan, bahwa membuat kesalahan adalah kesempatan baik untuk belajar bersungguh-sungguh?
- Apakah Anda mengajarkan pembelajaran terbuka (open-ended), yang memungkinkan lebih dari satu jawaban adalah benar?
- Diperbolehkankah siswa bertanya pada diri mereka sendiri, teman sebaya dan orang lain di kelas?
- Apakah siswa Anda terlibat self assesment?
- Apakah Anda mengembangkan sumber koleksi informasi website dan pusat sumber internal sekolah maupun eksternal?
- Bagaimana Anda menjelaskan, bahwa sumber-sumber tersebut benar bisa dimanfaatkan?
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Montessori Anak untuk Mandiri

DI antara berbagai metode pengajaran sekolah usia dini, montessori terbilang populer. Metode belajar karya Maria Montessori ini bertujuan melatih anak untuk mandiri. Orangtua yang mempunyai anak usia sekolah mungkin pernah mendengar istilah montessori.
Maklum, saat ini telah banyak sekolah anak usia dini, terutama di perkotaan, yang menerapkan metode ini. Namun ketika ditanya, tak banyak orangtua yang mengetahui tentang apa sih sebenarnya montessori itu?
Menurut Koordinator Pengembangan Kurikulum "Twinkle Star", Lely Tobing, filosofi dari montessori adalah untuk melatih anak menjadi mandiri. Di samping membaca dan menulis, anak belajar segala aspek kehidupan, seperti minat, alam, dan science.
Metode ini menekankan pada pembelajaran individu dengan tujuan melatih anak menjadi independen. Selain itu, harus ada ketertarikan yang spontan pada saat anak mengerjakan segala sesuatu. Mereka juga menyebut 'jam belajar' dengan 'jam bekerja', jadi istilahnya adalah working, bukan studying," papar wanita yang biasa disapa Lely ini.
Di luar negeri seperti Selandia Baru dan Singapura, sekolah full montessori biasanya memiliki montessori hour yaitu sekitar 3,5 jam. Satu jam awal merupakan peak hour (jam puncak), di mana anak secara maksimal menyerap segala sesuatu yang dipelajarinya.
"Untuk metode belajar sebenarnya dikategorikan active learning karena anak belajar sesuai dengan kemampuan dan minat si anak sendiri. Biasanya guru akan membuatkan perencanaan yang bersifat individual untuk setiap anak. Jadi walaupun anak berada pada kelas yang sama, aktivitasnya bisa berbeda-beda," papar lulusan London Montessori Center ini.
Ciri lain dari sekolah montessori adalah banyaknya penggunaan alat permainan dan educational game yang terbagi dalam lima area montessori (biasanya disebut corner), yaitu area practical life untuk pembelajaran aktivitas sehari-hari, area sensorial, bahasa, matematika, dan budaya. Setiap alat punya tujuan langsung dan tidak langsung, tapi bisa distimulasi dengan alat-alat itu.
Pengajaran dilakukan melalui tahapan pengenalan (introduction), progres, hingga si anak benar-benar mampu (master). Itulah sebenarnya yang disebut real montessori report, yaitu berdasarkan bagaimana si anak mampu menguasai alat-alat bermain yang ada dalam kelas montessori.
Keunikan montessori, rapornya tidak menggunakan sistem ranking, seperti angka atau nilai A, B, dan C. Selain itu, anak-anak tidak dipicu kompetisinya, karena tidak ada nilai atau ranking. Sekolah yang murni montessori juga tidak mengenal sistem hukuman dan imbalan (reward and punishment).
Jadi, anak-anak dikembangkan sesuai dengan kemampuannya sendiri. Kalau si anak belum mampu, mereka akan dilatih terus dalam hal itu sampai benar-benar mampu.
"Inti pelajaran montessori adalah menjadikan anak mandiri. Bukan hanya dalam melakukan kegiatan sehari-hari, melainkan juga sebagai independent learner, anak yang mandiri dalam belajar," tandasnya.
Belajar Itu Harus Menyenangkan
Setiap individu itu berbeda, baik dalam hal minat maupun kemampuannya, dan perbedaan ini sangat dihargai di sekolah montessori. Metode montessori dalam pendidikan adalah sebuah model yang melayani kebutuhan anak-anak dari semua level, baik dalam hal kemampuan mental maupun fisik di mana mereka hidup dan belajar secara alamiah.
Pelaksanaan metode montessori selalu up-to-date dan dinamis. Observasi dan pembelajaran berlangsung secara kontinu dan spesifik untuk masing-masing anak. Untuk mengetahui karakter, kemampuan, dan minat anak, maka faktor penjiwaan sangat penting untuk dipahami dan diterapkan oleh seorang pengajar.
Pengajar di sekolah montessori harus sangat kreatif dalam menyampaikan konsep materi. Ini berkaitan dengan fungsinya sebagai pemandu yang harus mengetahui perkembangan masing-masing anak.
Montessori memiliki 3 dasar, yaitu observation (yang dilakukan melalui penjiwaan), private environment (5 area montessori), dan freedom to choose (kebebasan anak untuk memilih permainan).
Dalam metode montessori, pengetahuan tidak diajarkan satu arah, melainkan dengan respek dan konkret material sehingga anak merasakan itu seperti bukan pelajaran, melainkan permainan yang sebenarnya bersifat mendidik.(Koran SI/Koran SI/nsa)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Saturday, October 31, 2009
Cara Berhenti Merokok
Surabaya - Anda perokok berat dan susah menghentikan kebiasan yang menyebabkan serangan jantung dan impotensi ini. Jangan khawatir, Anda bisa berhenti merokok hanya dengan waktu 5-25 menit.
Jika Anda berhasil berhenti merokok itu berarti dukungan diberlakukannya Perda Rokok oleh Pemkot Surabaya. Lalu bagaiman cara berhenti merokok ?
Biasanya seseorang harus mempunyai keinginan kuat atau sugesti untuk berhenti merokok. Kebiasaan merokok disebabkan 18 titik saraf di wajah dan tubuh bagian atas yang tersumbat atau tidak lancar. Hal ini yang dapat menyebabkan perokok merasa enak.
"Yang paling penting adalah harus mempunyai keinginan kuat baru kemudian menjalani terapi totok," Direktur Logos Institute, Syarif Thayib di sela-sela acara Terapi Berhenti Merokok di Laboratorium Klinik Pramita, Jalan HR Muhammad Surabaya, Minggu (1/11/2009).
Menurut Syarif, perokok berat juga disebabkan akibat faktor psikis dan emosi yang mempengaruhi. Dalam prakteknya, para perokok berat awalnya disuruh merokok seperti biasanya. Kemudian dilakukan tipping selama 5 menit hingga 25 menit.
"Nantinya akan kita selaraskan sistem energi tubuh. Sehingga setelah dilakukan tipping sistem energi tidak terganggu," imbuhnya.
Sementara ke-18 titik yang akan ditipping diantaranya kepala, ujung alis, bawah mata, bawah hidung dan bawah ketiak. Kemudian para perokok ini akan kembali disuruh merokok lagi dan akan merasakan rasa yang aneh setelah merokok.
"Tapi ada satu titik khusus bagi perokok berat yakni dilakukan tipping di bawah mata. Ini akan membuat rasa rokok menjadi aneh," pungkasnya.
Sementara dari 50 peserta, salah satu orang yang ditipping merokok, Zainul Arifin mengaku setelah ditipping, rasanya berbeda seperti biasanya. Rokok yang biasa dihisap terasa pahit dan kepalanya pusing. Padahal sudah 6 tahun pria lajang ini menjadi perokok berat.
"Rasanya pahit, kepala pusing setelah menjalani terapi. Dan saya akan berhenti seterusnya kalau tahui rasanya seperti ini," ujarnya
(ze/fat)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Jika Anda berhasil berhenti merokok itu berarti dukungan diberlakukannya Perda Rokok oleh Pemkot Surabaya. Lalu bagaiman cara berhenti merokok ?
Biasanya seseorang harus mempunyai keinginan kuat atau sugesti untuk berhenti merokok. Kebiasaan merokok disebabkan 18 titik saraf di wajah dan tubuh bagian atas yang tersumbat atau tidak lancar. Hal ini yang dapat menyebabkan perokok merasa enak.
"Yang paling penting adalah harus mempunyai keinginan kuat baru kemudian menjalani terapi totok," Direktur Logos Institute, Syarif Thayib di sela-sela acara Terapi Berhenti Merokok di Laboratorium Klinik Pramita, Jalan HR Muhammad Surabaya, Minggu (1/11/2009).
Menurut Syarif, perokok berat juga disebabkan akibat faktor psikis dan emosi yang mempengaruhi. Dalam prakteknya, para perokok berat awalnya disuruh merokok seperti biasanya. Kemudian dilakukan tipping selama 5 menit hingga 25 menit.
"Nantinya akan kita selaraskan sistem energi tubuh. Sehingga setelah dilakukan tipping sistem energi tidak terganggu," imbuhnya.
Sementara ke-18 titik yang akan ditipping diantaranya kepala, ujung alis, bawah mata, bawah hidung dan bawah ketiak. Kemudian para perokok ini akan kembali disuruh merokok lagi dan akan merasakan rasa yang aneh setelah merokok.
"Tapi ada satu titik khusus bagi perokok berat yakni dilakukan tipping di bawah mata. Ini akan membuat rasa rokok menjadi aneh," pungkasnya.
Sementara dari 50 peserta, salah satu orang yang ditipping merokok, Zainul Arifin mengaku setelah ditipping, rasanya berbeda seperti biasanya. Rokok yang biasa dihisap terasa pahit dan kepalanya pusing. Padahal sudah 6 tahun pria lajang ini menjadi perokok berat.
"Rasanya pahit, kepala pusing setelah menjalani terapi. Dan saya akan berhenti seterusnya kalau tahui rasanya seperti ini," ujarnya
(ze/fat)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Miskinnya Budaya Menulis Dosen
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini telah membiayai 5.383 kegiatan penelitian melalui hibah bersaing, hibah fundamental, dan berbagai hibah lainnya. Dijanjikan hasil penelitian itu akan diterbitkan dalam jurnal terakreditasi dan forum internasional. Namun janji tersebut jarang terpenuhi, kalaupun ada publikasi hanya dua persen setiap tahun (Rifai, 2009).
UNGKAPAN Prof Mien A Rifai itu memberikan kesan betapa miskin sumbangsih para ilmuwan dan pandit Indonesia dalam menambah khasanah pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni melalui artikel ilmiah. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah ini kodrat karya ilmiah dosen/peneliti di Indonesia? Atau memang dosen kita miskin dalam budaya menulis?
Kenyataan ini bercerita banyak untuk menjelaskan pelbagai kejanggalan yang kerapkali tersaksikan dalam kehidupan kecendekiaan bangsa kita sehari-hari. Kiranya perlu dipikirkan bagaimana mengatasi dan membangkitkan keterpurukan kerja intelektual dosen dalam menulis artikel ilmiah.
Ini problem klasik yang juga tak gampang untuk dipecahkan, di mana notabene dosen dan kesehariannya berkutat dalam kubangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan untuk menulis artikel ilmiah.
Mempersoalkan kodrat artikel ilmiah dan miskinnya budaya menulis dosen adalah sisi gelap dunia pendidikan tinggi kita. Cekaknya kemampuan menulis artikel ilmiah para dosen lebih banyak disebabkan faktor internal dengan 1001 macam alasan sebagai pembantahannya. Tak cukup ruang dan waktu untuk membahas ribuan alasan yang biasa dijadikan pembenaran disini.
Akar Masalah Akar masalah utama keterpurukan kerja intelektual dosen dalam menulis artikel ilmiah sangat bertumpu pada dua hal. Pertama, rendahnya budaya membaca artikel jurnal ilmiah. Hal ini tercermin dari tingkat keberaksaraan informasi atau information literacy masyarakat Indonesia yang masih menduduki peringkat kelima dari bawah dunia.
Menurunnya minat baca disebabkan oleh besarnya daya tarik ’’magnet’’ tontonan media elektronik, yang pada akhirnya membuat kemauan mencari informasi baru tidak berkembang.
Secara tidak langsung, dampaknya terlihat para ilmuwan menjadi tak punya rangsangan untuk mengembangkan pola pikir alternatif secara konseptual, seleluasanya. Keinginan berprakarsa tidak tertantang, bahkan mungkin termatikan.
Bayangkan, berapa banyak artikel jurnal ilmiah yang dibaca seorang dosen dalam sebulan, seminggu atau sehari? Umumnya dosen lebih banyak membedah buku teks daripada jurnal ilmiah dalam proses pembelajaran. Itu pun kalau buku teksnya tidak usang.
Padahal bila ditinjau dari segi perkembangan keilmuan, jurnal ilmiah lebih variatif, pembahasan lebih luas dan dalam, serta up to date atau kekinian.
Artikel jurnal ilmiah sangat besar delta sumbangannya dalam perluasan khasanah proses pembelajaran dan pemahaman keilmuan dosen sesuai kepakarannya.
Kedua, kurangnya latihan menulis artikel ilmiah.
Latihan menulis membutuhkan praktik langsung dan terus belajar dari pengalaman. Tanpa ada budaya menulis, keilmuan seseorang tidak pernah akan diakui atau dikenal oleh dunia akademik dan ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh, hadiah Nobel hanya diberikan kepada ilmuwan dan pandit yang telah mempublikasikan hasil penelitiannya. Penelitian tanpa publikasi adalah omong kosong, karena ilmu pengetahuan tidak akan berkembang.†
Ilmuwan terkemuka Isaac Newton pun pernah mengatakan, temuan-temuannya tak bisa berdiri tanpa ada orang-orang terdahulu yang telah membangun peradaban dengan menulis.
Sebenarnya pihak universitas sudah mencermati permasalahan budaya menulis ini, yang mana rata-rata publikasi dosen sangat kecil, baik per semester maupun per tahun. Perguruan tinggi selalu meningkatkan dengan mengadakan pelatihan penulisan artikel ilmiah.
Namun api semangat menulis sering muncul hanya saat melakukan kegiatan pelatihan dan beban kenaikan pangkat saja. Setelah itu, semangat menulis pun padam. Pelatihan menulis akhirnya hanya jatuh untuk kredit poin saja.
Budaya Belajar Suatu kenistaan apabila dosen yang senantiasa menyuruh mahasiswanya untuk senantiasa terus belajar agar mumpuni di bidangnya, namun dia sendiri tidak melakukannya.
Budaya belajar dosen yang mencakup membaca dan lebih penting lagi menulis artikel ilmiah hingga kini belum menjadi tanggung jawab moral, hak, dan kewajibannya.
Ia juga belum menjadi tuntutan kode etik sebagai dosen atau ilmuwan terhadap masyarakatnya, disiplin ilmunya, profesi ilmiahnya, sejawat dan kliennya, pemangku amanat kepentingan (stakeholders), maupun terhadap lingkungan hidupnya.
Dosen di Indonesia masih sangat beruntung, karena ungkapan publish or perish (terbitkan atau minggirlah) tidak menjadi ketentuan yuridis seperti di Amerika Serikat.
Bayangkan kalau ungkapan ini diterapkan, tinggal berapa dosen di Indonesia?
Untuk memulai meningkatkan budaya menulis, tidak lain harus menggiatkan budaya membaca. Kegiatan ini merupakan faktor kunci dalam menulis. Ilmuwan besar pun tidak dapat berbuat banyak apabila tidak membaca berbagai macam literatur sehubungan dengan materi yang ditulisnya.
Kegiatan membaca tidak hanya sekadar penguasaan informasi saja, namun memeroleh penguasaan sarana menemukan masalah, dan melatih pisau analisis yang tajam dari berbagai sudut pandang, serta gaya bahasa kepenulisan yang informatif.
Budaya menulis sesungguhnya juga output atau hasil dari membaca.
Membaca adalah input (masukan) kognitif dan afektif (pemikiran dan perasaan) yang merangsang otak untuk berpikir.
Makin banyak membaca, seorang dosen otomatis bergerak untuk menuliskan pemikiran yang muncul dari hasil input membacanya. Namun budaya belajar bagi dosen tidak dapat dipaksakan, semuanya berpulang kepada tanggung jawab moral dosen masing-masing.
Aneka penghargaan dari Dikti akan karya ilmiah yang telah dilakukan dan dipublikasikan seorang dosen, pada dasarnya hanya merupakan wahana agar budaya menulis terus membahana dan berjejak di perguruan tinggi.
Harapan besar di balik kemampuan dosen dalam menulis artikel ilmiah adalah memperkokoh eksistensi lembaga yang dinaunginya, baik dalam peningkatan akreditasi program studi, universitas dan pengakuan internasional. (32)
—Taufik Budhi Pramono, staf pengajar Budidaya Perairan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
UNGKAPAN Prof Mien A Rifai itu memberikan kesan betapa miskin sumbangsih para ilmuwan dan pandit Indonesia dalam menambah khasanah pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni melalui artikel ilmiah. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah ini kodrat karya ilmiah dosen/peneliti di Indonesia? Atau memang dosen kita miskin dalam budaya menulis?
Kenyataan ini bercerita banyak untuk menjelaskan pelbagai kejanggalan yang kerapkali tersaksikan dalam kehidupan kecendekiaan bangsa kita sehari-hari. Kiranya perlu dipikirkan bagaimana mengatasi dan membangkitkan keterpurukan kerja intelektual dosen dalam menulis artikel ilmiah.
Ini problem klasik yang juga tak gampang untuk dipecahkan, di mana notabene dosen dan kesehariannya berkutat dalam kubangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan untuk menulis artikel ilmiah.
Mempersoalkan kodrat artikel ilmiah dan miskinnya budaya menulis dosen adalah sisi gelap dunia pendidikan tinggi kita. Cekaknya kemampuan menulis artikel ilmiah para dosen lebih banyak disebabkan faktor internal dengan 1001 macam alasan sebagai pembantahannya. Tak cukup ruang dan waktu untuk membahas ribuan alasan yang biasa dijadikan pembenaran disini.
Akar Masalah Akar masalah utama keterpurukan kerja intelektual dosen dalam menulis artikel ilmiah sangat bertumpu pada dua hal. Pertama, rendahnya budaya membaca artikel jurnal ilmiah. Hal ini tercermin dari tingkat keberaksaraan informasi atau information literacy masyarakat Indonesia yang masih menduduki peringkat kelima dari bawah dunia.
Menurunnya minat baca disebabkan oleh besarnya daya tarik ’’magnet’’ tontonan media elektronik, yang pada akhirnya membuat kemauan mencari informasi baru tidak berkembang.
Secara tidak langsung, dampaknya terlihat para ilmuwan menjadi tak punya rangsangan untuk mengembangkan pola pikir alternatif secara konseptual, seleluasanya. Keinginan berprakarsa tidak tertantang, bahkan mungkin termatikan.
Bayangkan, berapa banyak artikel jurnal ilmiah yang dibaca seorang dosen dalam sebulan, seminggu atau sehari? Umumnya dosen lebih banyak membedah buku teks daripada jurnal ilmiah dalam proses pembelajaran. Itu pun kalau buku teksnya tidak usang.
Padahal bila ditinjau dari segi perkembangan keilmuan, jurnal ilmiah lebih variatif, pembahasan lebih luas dan dalam, serta up to date atau kekinian.
Artikel jurnal ilmiah sangat besar delta sumbangannya dalam perluasan khasanah proses pembelajaran dan pemahaman keilmuan dosen sesuai kepakarannya.
Kedua, kurangnya latihan menulis artikel ilmiah.
Latihan menulis membutuhkan praktik langsung dan terus belajar dari pengalaman. Tanpa ada budaya menulis, keilmuan seseorang tidak pernah akan diakui atau dikenal oleh dunia akademik dan ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh, hadiah Nobel hanya diberikan kepada ilmuwan dan pandit yang telah mempublikasikan hasil penelitiannya. Penelitian tanpa publikasi adalah omong kosong, karena ilmu pengetahuan tidak akan berkembang.†
Ilmuwan terkemuka Isaac Newton pun pernah mengatakan, temuan-temuannya tak bisa berdiri tanpa ada orang-orang terdahulu yang telah membangun peradaban dengan menulis.
Sebenarnya pihak universitas sudah mencermati permasalahan budaya menulis ini, yang mana rata-rata publikasi dosen sangat kecil, baik per semester maupun per tahun. Perguruan tinggi selalu meningkatkan dengan mengadakan pelatihan penulisan artikel ilmiah.
Namun api semangat menulis sering muncul hanya saat melakukan kegiatan pelatihan dan beban kenaikan pangkat saja. Setelah itu, semangat menulis pun padam. Pelatihan menulis akhirnya hanya jatuh untuk kredit poin saja.
Budaya Belajar Suatu kenistaan apabila dosen yang senantiasa menyuruh mahasiswanya untuk senantiasa terus belajar agar mumpuni di bidangnya, namun dia sendiri tidak melakukannya.
Budaya belajar dosen yang mencakup membaca dan lebih penting lagi menulis artikel ilmiah hingga kini belum menjadi tanggung jawab moral, hak, dan kewajibannya.
Ia juga belum menjadi tuntutan kode etik sebagai dosen atau ilmuwan terhadap masyarakatnya, disiplin ilmunya, profesi ilmiahnya, sejawat dan kliennya, pemangku amanat kepentingan (stakeholders), maupun terhadap lingkungan hidupnya.
Dosen di Indonesia masih sangat beruntung, karena ungkapan publish or perish (terbitkan atau minggirlah) tidak menjadi ketentuan yuridis seperti di Amerika Serikat.
Bayangkan kalau ungkapan ini diterapkan, tinggal berapa dosen di Indonesia?
Untuk memulai meningkatkan budaya menulis, tidak lain harus menggiatkan budaya membaca. Kegiatan ini merupakan faktor kunci dalam menulis. Ilmuwan besar pun tidak dapat berbuat banyak apabila tidak membaca berbagai macam literatur sehubungan dengan materi yang ditulisnya.
Kegiatan membaca tidak hanya sekadar penguasaan informasi saja, namun memeroleh penguasaan sarana menemukan masalah, dan melatih pisau analisis yang tajam dari berbagai sudut pandang, serta gaya bahasa kepenulisan yang informatif.
Budaya menulis sesungguhnya juga output atau hasil dari membaca.
Membaca adalah input (masukan) kognitif dan afektif (pemikiran dan perasaan) yang merangsang otak untuk berpikir.
Makin banyak membaca, seorang dosen otomatis bergerak untuk menuliskan pemikiran yang muncul dari hasil input membacanya. Namun budaya belajar bagi dosen tidak dapat dipaksakan, semuanya berpulang kepada tanggung jawab moral dosen masing-masing.
Aneka penghargaan dari Dikti akan karya ilmiah yang telah dilakukan dan dipublikasikan seorang dosen, pada dasarnya hanya merupakan wahana agar budaya menulis terus membahana dan berjejak di perguruan tinggi.
Harapan besar di balik kemampuan dosen dalam menulis artikel ilmiah adalah memperkokoh eksistensi lembaga yang dinaunginya, baik dalam peningkatan akreditasi program studi, universitas dan pengakuan internasional. (32)
—Taufik Budhi Pramono, staf pengajar Budidaya Perairan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Polisi Selidiki Kasus Soal Ujian yang Disusupi "Mak Erot"
TEMPO Interaktif, Sidoarjo - Kepala Kepolisian Resor Sidoarjo, Ajun Komisaris Besar Setija Junianta, mengatakan saat ini polisi sedang melakukan penyelidikan kasus munculnya soal ujian tidak senonoh yang dibuat tim pembuat naskah ujian Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo.
"Kasih waktu saya satu hari. Besok akan segera saya naikkan ke penyidikan," ujarnya kepada Tempo, Kamis (29/10).
Penyelidikan dilakukan sejak Selasa kemarin. Tiga orang sudah dimintai keterangan. Mereka adalah orang tua murid, satu murid sekolah dasar, dan satu orang pegawai Dinas. Hanya saja, Setija enggan menyebut detail nama ketiga orang tersebut. "Saya belum bisa bilang, kan baru penyelidikan," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo, Agoes Boedi Tjahjono, membantah pemanggilan anak buahnya. Dia mengatakan, Dinas belum pernah dipanggil Polres. Hanya saja, kata dia, jika polres memang bermaksud memanggil pegawai Dinas, dia mengaku tidak keberatan. "Saya terbuka, kalau dipanggil pasti datang," tegasnya.
Agoes mengatakan sebenarnya dua orang pembuat naskah ujian Bahasa Indonesia sudah dipanggil. Dua orang itu adalah Edi, guru sekolah dasar di Kecamatan Jabon, dan Zainul, guru sekolah dasar di Kecamatan Prambon. Edi bertugas membuat soal ujian untuk kelas IV sampai VI, sementara Zainul bertugas membuat soal untuk kelas I sampai III.
Mereka berdua merupakan guru berprestasi. "Karena beban yang berat, soal yang dibuat seperti itu," ujarnya. "Mereka khilaf, mereka tidak sadar kasusnya akan seperti itu."
Menurutnya, tim pembuat naskah sebenarnya terdiri dari 12 guru. Dua guru bertugas membuat satu soal mata pelajaran. Berdasar keterangan Edi, tim pembuat naskah sempat dipanggil Dinas untuk mengikuti rapat persiapan ujian, satu minggu jelang UTS. Edi dan Zainul ditugasi membuat naskah Bahasa Indonesia dalam tempo satu minggu.
Rupanya, kata Agoes, Edi memiliki beban keluarga yang berat. Selain harus memikirkan pembuatan naskah dengan waktu mepet, dia juga harus memikirkan persiapan pernikahan anaknya yang akan digelar pada hari yang hampir bersamaan. Karena beban pikiranya terlalu tinggi, ia mengaku khilaf karena kurang teliti saat proses pembuatan naskah tersebut.
Terkait sanksi, Kepala Dinas Pendidikan yang baru menjabat selama sepuluh hari itu mengaku kebingungan dengan sanksi yang akan diberikan. Sebab itu, sampai saat ini dirinya belum bisa memutuskan. "Jangan ngomong sanksi dulu, tunggu penyelidikan," ujarnya.
Saat pemeriksaan, beberapa petugas dari Kepolisian Daerah Jawa Timur juga berada di ruangan Kepala Dinas Pendidikan. Mereka juga turut bertanya tentang kronologi kasus. "Masalah ini sudah sampai Jakarta," ucapnya.
Hingga saat ini Edi dan Zainul belum bisa dimintai keterangan. Ketika ditemui Tempo usai memenuhi panggilan Kepala Dinas tadi siang, mereka berdua hanya diam saja. Muka keduanya nampak kusut. Mereka tertunduk, lalu nyelonong pergi.
"Pak Edi dan Pak Zainul stres mas," kata Kepala Bidang Kurikulum Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Diknas Sidoarjo, Asiyari, yang berjalan di belakang keduanya.
Asiyari mengatakan, di hadapan Kepala Dinas Pendidikan Edi sempat hampir pingsan. Saat dicecar pertanyaan, dia langsung lemas. "Saya tidak menyangka bakal seperti ini," kata Asiyari menirukan Edi.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
"Kasih waktu saya satu hari. Besok akan segera saya naikkan ke penyidikan," ujarnya kepada Tempo, Kamis (29/10).
Penyelidikan dilakukan sejak Selasa kemarin. Tiga orang sudah dimintai keterangan. Mereka adalah orang tua murid, satu murid sekolah dasar, dan satu orang pegawai Dinas. Hanya saja, Setija enggan menyebut detail nama ketiga orang tersebut. "Saya belum bisa bilang, kan baru penyelidikan," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo, Agoes Boedi Tjahjono, membantah pemanggilan anak buahnya. Dia mengatakan, Dinas belum pernah dipanggil Polres. Hanya saja, kata dia, jika polres memang bermaksud memanggil pegawai Dinas, dia mengaku tidak keberatan. "Saya terbuka, kalau dipanggil pasti datang," tegasnya.
Agoes mengatakan sebenarnya dua orang pembuat naskah ujian Bahasa Indonesia sudah dipanggil. Dua orang itu adalah Edi, guru sekolah dasar di Kecamatan Jabon, dan Zainul, guru sekolah dasar di Kecamatan Prambon. Edi bertugas membuat soal ujian untuk kelas IV sampai VI, sementara Zainul bertugas membuat soal untuk kelas I sampai III.
Mereka berdua merupakan guru berprestasi. "Karena beban yang berat, soal yang dibuat seperti itu," ujarnya. "Mereka khilaf, mereka tidak sadar kasusnya akan seperti itu."
Menurutnya, tim pembuat naskah sebenarnya terdiri dari 12 guru. Dua guru bertugas membuat satu soal mata pelajaran. Berdasar keterangan Edi, tim pembuat naskah sempat dipanggil Dinas untuk mengikuti rapat persiapan ujian, satu minggu jelang UTS. Edi dan Zainul ditugasi membuat naskah Bahasa Indonesia dalam tempo satu minggu.
Rupanya, kata Agoes, Edi memiliki beban keluarga yang berat. Selain harus memikirkan pembuatan naskah dengan waktu mepet, dia juga harus memikirkan persiapan pernikahan anaknya yang akan digelar pada hari yang hampir bersamaan. Karena beban pikiranya terlalu tinggi, ia mengaku khilaf karena kurang teliti saat proses pembuatan naskah tersebut.
Terkait sanksi, Kepala Dinas Pendidikan yang baru menjabat selama sepuluh hari itu mengaku kebingungan dengan sanksi yang akan diberikan. Sebab itu, sampai saat ini dirinya belum bisa memutuskan. "Jangan ngomong sanksi dulu, tunggu penyelidikan," ujarnya.
Saat pemeriksaan, beberapa petugas dari Kepolisian Daerah Jawa Timur juga berada di ruangan Kepala Dinas Pendidikan. Mereka juga turut bertanya tentang kronologi kasus. "Masalah ini sudah sampai Jakarta," ucapnya.
Hingga saat ini Edi dan Zainul belum bisa dimintai keterangan. Ketika ditemui Tempo usai memenuhi panggilan Kepala Dinas tadi siang, mereka berdua hanya diam saja. Muka keduanya nampak kusut. Mereka tertunduk, lalu nyelonong pergi.
"Pak Edi dan Pak Zainul stres mas," kata Kepala Bidang Kurikulum Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Diknas Sidoarjo, Asiyari, yang berjalan di belakang keduanya.
Asiyari mengatakan, di hadapan Kepala Dinas Pendidikan Edi sempat hampir pingsan. Saat dicecar pertanyaan, dia langsung lemas. "Saya tidak menyangka bakal seperti ini," kata Asiyari menirukan Edi.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Saturday, October 24, 2009
Metode mengajar bahasa Inggris kepada anak
Tanya
Metode atau cara apa yang ibu-ibu lakukan untuk mengajar anak (dibawah 2 th) bahasa Inggris? (FI)
Jawab
Aku mengajar anakku bahasa Inggris perlahan-lahan. Sederhana saja, mulai ada kalimat yang paling sederhana, misalnya: no-tidak boleh, yes you can-boleh. Atau mengenal lingkungan seperti: daun-leaf, mobil-car, papa-daddy, bunda-mom, sakit-sick, demam-fever. Kalau kalimat panjang, umumnya si kecil belum menangkap secara jelas. Paling sepatah dua patah kata yang dimengerti. Yang paling ajaib dan kurasa cukup cepat prosesnya, aku sering dimintain anakku untuk memutar VCD Children Songs. (Do)
Kalau aku pakai metode sealamiah kita mengajar anak bicara bahasa Indonesia. Jadi khusus sama aku dia omong bahasa Inggris. Aku juga mix dengan metode flash card untuk menambah vocab. Setiap hari 5 vocab selama 1 minggu, minggu berikutnya 5 vocab lagi, demikian seterusnya. Terus aku juga mengarang simple conversation, terdiri dari 3-4 kalimat sederhana, misalnya: what is your name? how old are you? what are you? where do you live?. Meskipun kalau ditanya dia tidak jawab lengkap, tapi dia sudah mengerti kalau ditanya di atas jawabnya apa. Dan, kebetulan di rumahku beberapa sebulan sekali ada tamu dari Australia, jadi kalau ditanya, anakku yang pertama sudah bisa jawab, meskipun tidak lengkap. Buku bahasa Inggris simple juga banyak membantu, kita baca biasa supaya dia pendengaran dia terbiasa dengan pronouncation. Dengan begitu di dalam otaknya sudah terbentuk neuro-pathway bahasa, yang nantinya pada usia sekolah bila dia mendapat grammar tidak terlalu susah dibandingkan anak yang tidak pernah mendengar foreign language sebelumnya. (Ir)
Kalau anakku keseringan aku pasangkan lagu-lagu Beatles, suatu saat aku dengar dia nyanyi-nyanyi kecil (Fe)
Menurut yang pernah aku baca, saat yang paling tepat mengajarkan anak bahasa lain selain Indonesia adalah pada saat usia 3 tahun. Karena diusia tersebut diharapkan si anak sudah fasih dengan bahasa kita (Indonesia). Dan salah satu cara yang mudah adalah dengan membagi tugas antara si ayah dan ibu. Misalnya ngomong Indonesia dengan ibu, dan ngomong Inggris dengan Ayah. Lalu juga bikin pengulangan kalimat dalam 2 bahasa. Contohnya kalau menyuruh anak melepas sepatu dalam bahasa Indonesia, setelah itu ulang kalimatnya dengan bahasa Inggris (take off your shoes please). (Ve)
Anak-anak itu paling cepat banget kalau diajarin sesuatu yang baru. apalagi usia 3 - 6 tahun itu masa emas anak untuk menyesuaikan diri dengan bahasa orang di sekelilingnya, daya ingatnya lebih peka. Aku sebenarnya sedih dengar di indonesia acara barney dan acara anak lainnya yang berisi lagu lagu pake acara di dubbing segala. Sebab barney yang aslinya pake bahasa inggris itu lagunya enak dan lebih pas kalau tidak didubbing. Lagi pula banyak syair yang lucu untuk anak kalau di lagukan, sekalian mengenalkan mereka bahasa inggris. Anakku banyak belajar bahasa inggris dari acara barney, dora, bob the builder dll. (Th)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Metode atau cara apa yang ibu-ibu lakukan untuk mengajar anak (dibawah 2 th) bahasa Inggris? (FI)
Jawab
Aku mengajar anakku bahasa Inggris perlahan-lahan. Sederhana saja, mulai ada kalimat yang paling sederhana, misalnya: no-tidak boleh, yes you can-boleh. Atau mengenal lingkungan seperti: daun-leaf, mobil-car, papa-daddy, bunda-mom, sakit-sick, demam-fever. Kalau kalimat panjang, umumnya si kecil belum menangkap secara jelas. Paling sepatah dua patah kata yang dimengerti. Yang paling ajaib dan kurasa cukup cepat prosesnya, aku sering dimintain anakku untuk memutar VCD Children Songs. (Do)
Kalau aku pakai metode sealamiah kita mengajar anak bicara bahasa Indonesia. Jadi khusus sama aku dia omong bahasa Inggris. Aku juga mix dengan metode flash card untuk menambah vocab. Setiap hari 5 vocab selama 1 minggu, minggu berikutnya 5 vocab lagi, demikian seterusnya. Terus aku juga mengarang simple conversation, terdiri dari 3-4 kalimat sederhana, misalnya: what is your name? how old are you? what are you? where do you live?. Meskipun kalau ditanya dia tidak jawab lengkap, tapi dia sudah mengerti kalau ditanya di atas jawabnya apa. Dan, kebetulan di rumahku beberapa sebulan sekali ada tamu dari Australia, jadi kalau ditanya, anakku yang pertama sudah bisa jawab, meskipun tidak lengkap. Buku bahasa Inggris simple juga banyak membantu, kita baca biasa supaya dia pendengaran dia terbiasa dengan pronouncation. Dengan begitu di dalam otaknya sudah terbentuk neuro-pathway bahasa, yang nantinya pada usia sekolah bila dia mendapat grammar tidak terlalu susah dibandingkan anak yang tidak pernah mendengar foreign language sebelumnya. (Ir)
Kalau anakku keseringan aku pasangkan lagu-lagu Beatles, suatu saat aku dengar dia nyanyi-nyanyi kecil (Fe)
Menurut yang pernah aku baca, saat yang paling tepat mengajarkan anak bahasa lain selain Indonesia adalah pada saat usia 3 tahun. Karena diusia tersebut diharapkan si anak sudah fasih dengan bahasa kita (Indonesia). Dan salah satu cara yang mudah adalah dengan membagi tugas antara si ayah dan ibu. Misalnya ngomong Indonesia dengan ibu, dan ngomong Inggris dengan Ayah. Lalu juga bikin pengulangan kalimat dalam 2 bahasa. Contohnya kalau menyuruh anak melepas sepatu dalam bahasa Indonesia, setelah itu ulang kalimatnya dengan bahasa Inggris (take off your shoes please). (Ve)
Anak-anak itu paling cepat banget kalau diajarin sesuatu yang baru. apalagi usia 3 - 6 tahun itu masa emas anak untuk menyesuaikan diri dengan bahasa orang di sekelilingnya, daya ingatnya lebih peka. Aku sebenarnya sedih dengar di indonesia acara barney dan acara anak lainnya yang berisi lagu lagu pake acara di dubbing segala. Sebab barney yang aslinya pake bahasa inggris itu lagunya enak dan lebih pas kalau tidak didubbing. Lagi pula banyak syair yang lucu untuk anak kalau di lagukan, sekalian mengenalkan mereka bahasa inggris. Anakku banyak belajar bahasa inggris dari acara barney, dora, bob the builder dll. (Th)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO
Subscribe to:
Posts (Atom)